KAMPUNG
BAGEUR TAHUN 1901 M
Sepasang
suami istri bingung menantikan seorang anak yang telah lama diharapkannya.
Nawapi sang suami merasa cemas melihat Rahmah sang istri sedang meregang nyawa
demi anak kesanyangan mereka. Tiap detika Nawapi hanya bias berdo’a dan
membisikan kalimat-kalimat Allah agar istri yang sangat dicintainya bisa
selamat dan melahirkan anak yang sangat mereka harapkan selang beberapa jam
lahirlah anak laki-laki yang memiliki paras tampan. Perasaan haru sekaligus
bahagia menyelimuti keluarga kecil
mereka telah hadir ditengah-tengah seorang anak laki-laki yang menguatkan
langkah mereka. Anak laki-laki itu adalah aku. Aku dilahirkan di kampung Bageur dan aku di beri nama “Zainal Musthofa” saat kecil aku suka di panggil Umri. Aku
terlahir dari keluarga petani yang bergelimang harta tetapi memiliki ketaatan
agama yang sangat tinggi. Masa kecilku di kampung Bageur sangat lah mengesankan,
setiap pulang sekolah aku bermain kelereng, petak umpet, dengen teman-temanku 6
tahun sudah aku duduk di bangku SR (sekolah rakyat) kini aku seudah memikirkan
masa depanku. Aku sangat menginginkan tinggal di Pesantren,belajar mengaji
seperti kakaku Zaenal muhsin hingga ku coba untuk meminta izin pada Ibuku.
Karena ini adalah keinginan dari Alm ayah ku. Agar aku kelak dewasa bisa
berbagi ilmu agama dengan orang disisiku.
“Ibu…..
Kini aku sudah bukan anak kecil lagi, aku sangat ingin hidup mandiri tanpa
menyusahkan Ibu. Aku ingin belajar
mengaji bu, agar kelak aku bisa menjadi kiyai seperti harapan Ibu.”
Ibu
: “Tapi nak.. bukannya Ibu tidak mengijinkan mu untuk mencapai cita-cita mu,
tapi kau tau sendiri ayahmu telah tiada dan kini hanya tinggal Ibu sendiri
disini, Ibu tidak ingin kehilangan kamu seperti Ibu kehilangan ayahmu.”
Aku
sedikit bimbang dengan jawaban Ibu yang sama sekali Tidak searah dengan
keinginanku. Tapi aku berfikir sejenak dan kembali menjawab “bu. Ibu harus
yakin bahwa Ibu tidak sendiri Allah selalu ada untuk Ibu, disana pun aku akan
selalu mendo’akan Ibu. Aku berjanji aku tidak akan mengecewakan Ibu. Aku akan
berusaha menjadi apa yang Ibu dan Alm ayah harapkan Umri mohon restui Umri bu”
Air
mata Ibu pun meleh ia memeluku sangat erat dan berkata “nak…. Jika memang ini
yang engkau inginkan Ibu tidak bisa menolak keinginan dari harta Ibu
satu-satunya…. Pergilah…! Carilah ilmu yang bermanfaat dan jadilah anak soleh.
Agar kelak do’a mu akan menerangi kubur ayah dan Ibu mu”
Aku
tidak bisa menahan rasa sedihku saat Ibuku mengijinkan untuk pergi mondok.
Suara
gema adzan subuh yang berkumandang di kampung Bageur di iringi udara yang
sangat dingin. Aku terbangun dan segera mengambil air wudhu aku pergi ke mesjid
bersama teman-temanku. Mungkin ini hari terakhir aku bersama teman-temanku
pergi ke mesjid bersama. Karena pagi ini aku akan memulai langkah ku untuk
jihad fi sabilillah. Usai sholat aku
berdo’a kepada Allah agar senantiasa meridhoi keputusanku untuk pergi belajar ilmu
agama dan aku berdo’a agar aku bisa betah tinggal di Pesantren.
Na,,,k….!!!
nak
Aku
yang sedang membereskan bajuku sedikit kaget mendengar Ibu memanggil-manggil ku.
Aku langsung menghampiri Ibu yang sedang menyiapkan barang-barang yang akan ku
bawa.
“ada
apa bu?”
Ibu
pun berhenti sejenak dari kesIbukannya dengan menatap ku lekat dengan mata yang
berkaca-kaca.
“Ibu
tidak yakin hari ini engkau akan pergi meninggalkan Ibu di rumah sendiri, kamu
masih terlalu kecil untuk Ibu lepaskan nak…. Ibu takut terjadi hal yang tidak
di inginkan terjadi padamu. Kalau nanti kamu sakit siapa yang akan mengurus mu,
bagai mana jika kamu….”
Segera
aku memeluk Ibu dan menangis di pangkuanya. “kekuatan ku ada di Ibu, jika
memang Ibu tidak rela aku pergi apa boleh buat aku akan mengurungkan niat ku
untuk pergi usai Ibu bahagia.”
Ibu
melepaskan pelukanku dan kembali menatapku “tidak nak…. Ibu rela kamu pergi asal kamu
berjanji akan menjaga dirimu baik-baik.”
Segera
aku mencium tangan Ibuku ”terimakasih ….. Ibu aku berjanji.”
Teriknya
sinar matahari menghiasi perjalanan ku. Keringat pun mengucur deras. Tetapi aku
tetap semangat agar bisa belajar ilmu agama.
Telah
beberapa jam di perjalanan aku sampai di gerbang pondok Pesantren gunung pari.
Disana aku langsung disambut oleh kakak misan ku Zainal Muhsin yang sudah lama
nyantri disana. Aku diajak melihat-lihat sekitar Pesantren dan akhirnya aku
sampai di asrama tempat aku tinggal sekarang.
Aku
sekamar dengan kaka ku. Ketika aku memasuki kamar semua mata tertuju pada ku.
Mungkin mereka merasa asing dengan kehadiran ku.
Kakaku
menarik aku masuk kedalam kamar
“hai
teman-teman…. Perkenal kan ini adik aku namanya Zaenal Musthofa, panggil saja
dia Umri” semuanya yang ada disana tersenyum dan menyapaku “Hai Umri…. Wah kau
sangat tampan tidak jauh dengan kakak mu” aku hanya tersenyum malu, karena
bingung harus bicara apa.
“ Umri
….. bereskan segera pakaian mu dan lekas lah mandi sebentar lagi kita akan
melaksanakan sholat berjamaah” kata kakak ku.
Aku
pun bergegas mengikuti kakak Muhsin untuk melaksanakan sholat berjama’ah. Aku melaksanakan sholat bejama’ah ashar dengan
sangat khusu. Selesai sholat aku pulang keasrama dan disana aku teringat Ibu.
Rasa rinduku padanya sangat menggebu. Aku sangat merasa kehilangan perhatian Ibu.
Tiba-tiba kakak ku dating menghampiriku dan mengelus kepalaku.
“sabar
nanti juga akan betah, kuatkan saja niat mu Insyaallah Allah memberi jalan.
Akang pun merasakan hal yang sama duli”
Aku
memeluk kaka dan menangis di pangkuannya.
Beberapa
tahun kemudian…….
Setelah
lama aku menimba ilmu disana. Aku berfikir untuk menuntut ilmu di tempat lain.
Memang berat meninggalkan tempat yang telah memberiku banyak ilmu agama. Tapi
disisi lain aku ingin menambah pengetahuan ku hingga akhirnya aku meminta
pendapat kakakku.
“Kang
………. Menurut akang bagai mana jika aku menimba ilmu ditempat lain, aku ingin
mencari pengalaman baru”
Kakak
pun tersenyum dan menepuk pundak ku.
“ Umri……… jika kau yakin dan selama niatnya baik
lakukan saja apa yang kau inginkan… akan hanya bisa mendo’akanmu”
Setelah
ke putusanku bulat dan mendapat restu dari Ibu dan kakak ku. aku pun mulai
menimba ilmu di beberapa Pesantren. Yang pertama aku menimba ilmu di daerah
yang tidak jauh dari tempat tinggalkuyaitu di cilenga leuwihsari setelah merasa
cukup pengalaman akupun menimba ilmukembali di Pesantren lain d suka raja
garut, sukamiskin Bandung dan jamanis rajapolah .
Banyak
sekali pengalaman yang aku dapatkan di berbagai Pesantren yang pernah aku
singgahi’berbagai ilmu agama yang di ajarkan sangat bermanfa’at untuk
kehidupan.
Selesai
belajar di Pesantren aku kembalu pulang ke kampung halamanku. Disana aku
belajar menerapkan apa yang aku pelajari selama di Pesantren.
Dari
mulai mengimami , berkhutbah bahkan sekarang aku memiliki beberapa murid yang belajar
ilmu agama. Murid tidak banyak hanya beberapa saja dan aku pun memiliki tempat
khusus untuk pengajian hanya bertempat di mesjid.
Tapi
itu cukup membuatku senang karena aku bisa sedikit demi sedikit mengamalkan
ilmu yang aku dapatkan. Ya.. memang impianku sejak kecil ingin menjadi seorang
kiyai yang pandai dalam ilmu agama dan memiliki banyak santri.
“ayo..
anak-anak sebelum belajar kita baca basmalah bersama-sama” bismilah
hirohmanirohim“
“nah
anak-anak sekarang kita akan belajar tentang sifat-sifat yang wajib bagi para
rosul ayo siapa yang tahu ada berapa sipat yang wajib bagi rosul?”
Umri…Umri…Umri
Aku
mendengar seseorang memanggil-manggil namaku di luar mesjid. aku aku pun segera
menndekati asal suara itu.
Terlihat
sesosok perempuan yang sudah tida asing lagi di mataku sedang berdiri
membelakangiku “
“asalamualaikum…”
Ibu
Hj. Juariyah pun terkejut dan tersenyum melihatku. Beliau adalah seorang janda
yang terkenal kaya raya di kampungku.
“wa’alaikum
salam.. lama sekali Umri”.
“Maaf
bu… tadi saya sedang mengajar anak-anak”
Ibu
Hj. Pun tersenyum sambil menggeleng-geleng kepalanya.
“Kau
ini hebat Umri, kau masih muda tapi kamu bersedia menghabiskan waktumu untuk
mengajar anak-anak mengajar”.
Aku
tertunduk malu dan tersenyum.
“Ah…
Ibu bisa saja… ini hal yang biasa bu. Saya sangat senang mengajar anak-anak
mengaji.”
“memangnya
apa cita-citamu sejak kecil Umri?”
“Hehe…
sejak kecil sih saya ingin mendirikan Pesantren dan memiliki banyak santri.
Tapi semua itu tidak mungkin. Saya punya uang dari mana untuk membeli tanah dan
membangun Pesantren.”
Ibu
tersenyum dan memegang pundakku.
“Jika
kamu izinkan Ibu akan mengabulkan impianmu Umri.”
“Ma…
maksud Ibu ?”
“Iya…
aku akan mewakafkan tanah yang didekat rumahku untuk mendirikan Pesantren agar
kamu punya tempat untuk mengajar anak-anak”
Aku
terpaku seakan-akan tidak percaya dengan apa yang Ibu Hj. Katakan.
“Apa
Ibu tidak main-main bu”
“Iya…
tentu saja tidak, aku serius… silahkan kau pakai tanah itu untuk member
pengetahuan tentang ilmu agama kepada anak-anak disini”
Kuraih
tangan Ibu Hj. Dan ku ciumi tangannya.
“Terimakasih
banyak bu… saya akan memanfaatkannya sebaik mungkin”.
Tahun
1927
Di
tanah yang telah diwakafkan oleh Hj. Juaeriyah itu aku mulai mendirikan sebuah Pesantren
di kampung Cikembang.
Aku
mulai memikirkan apa nama yang pas untuk Pesantren ini. Dan akhirnya aku
tertuju pada sebuah nama “Sukamanah” yang Sukamanah itu artinya senang hati
dengan nama ini aku berharap nantinya banyak yang senang terhadap Pesantren ini
dan semua santri merasas senang tinggal diPesantren ini. Amiin.
Seiring
waktu berlalu, Pesantren ini mulai dikenal orang dan hadir dengan banyak santri
± 600-700 orang. Dengan banyaknya santri yang belajar diPesantren ini
menimbulkan kecurigaan dari pemerintah Belanda. Mereka menganggap bahwa aku
beserta santri-santriku tengah menyusun siasat untuk melawan mereka.
Dikarenakan
ketakutan tersebut pemerintah Belanda sering menurunkanku dari mimbar pada saat
aku sedang ceramah. Akhirnya pada tanggal 17 November 1941 aku beserta sabatku
Ruhiyat ditahan di penjara Tasikmalaya. Alas an mereka memasukkanku karena aku
bersama sahabatku dituduh menghasut rakyat. Selang beberapa hari aku
dipindahkan dari penjara ini ke penjara lainnya. Hingga pada akhirnya aku
dibebaskan oleh Kolonel Jepang pada tanggal 30-03-1947.
Selang
beberapa waktu kekuasaan berpindah tangan dari Kolonial Belanda ke Kolonial Jepang.
Namun meskipun demikian kenecianku terhadap mereka tidak berkurang sedikitpun.
Rasa sakit hatiku kepada Kolonel Belanda yang telah menahan dan memfitnahku
blum bisa aku maafkan. Meskipun kini kekuasaan telah berpindah tangan.
Awalnya
aku mengira Kolonel Jepang akan sedikit lebih baik dari Belanda. Tetapi
ternyata kezaliman-kezaliman mereka terhadap rakyat Indonesia termasuk pada
santri-santriku sangat keterlaluan.
Kemarahanku
semakin memuncak saat Kolonel Jepang memerintahkan santri-santriku untuk ruku
ke arah Istana Kaisar Jepang Tokyo.
Demi
Allah aku tidak rela Allah disekutukan dengan manusia-manusia yang sama sekali
tidak memiliki prikemanusiaan.
Aku
tidak akan pernah menyerah untuk selalu memegang teguh Kalimatullah… meskipun
aku beserta santri-santriku tidak memiliki senjata yang cukup aku yakin Allah
selalu bersama orang-orang yang ikhlas berjuang mempertahankan agamanya.
Setelah
pemerintah Jepang mengetahui kekuatan tekadku, mereka mengirimkan pasukan
bersenjata untuk menangkapku dan para santri-santriku. Namun dengan tekad yang
kuat, pasukan Jepang kalah ditangan kami.
Mereka
aku tawan dan kembali aku bebaskan pada hari Jum’at 20-02-1944. Akan tetapi aku
pun bukan orang yang bodoh, aku melepaskan kembali mereka tapi tidak dengan
senjata mereka, karena aku yakin aku dan santri-santriku akan membutuhkan
senjata tersebut.
Ketika
aku sedang terduduk di mesjid bersama santri-santriku usai sholat dzuhur
berjama’ah, aku sedikit member ceramah pada santri-santriku.
“Anak-anakku…
apapun yang terjadi tetap tekadkan dalam hati kalian, bahwa Allah selalu
bersama kita, orang-orang yang selalu berusaha untuk menegakkan agamanya…”
“Buya…
bagaimana jika nanti kita mati?”
Aku
tersenyum mendengar pertanyaan dari Hamzah santriku yang paling muda.
“Heh…
Hamzah dengar, kamu tidak perlu taku mati karena semua makhluk akan mati, cumin
beda waktunya saja…”
Umri…
Umri… Umri…
Terdengar
suara yang memanggil-manggil namaku. Aku sudah tahu itu pasti pasukan Kolonel Jepang
yang meminta senjatanya dikembalikan.
“Keluar
kau Umri, tunjukkan batang hidungmu jika memang kau berani”
Aku
tersenyum dan melingkarkan tanganku di depan dadaku.
“Ada
perlu apa kau dating kemari ? Masih punya nyali ternyata kalian, setelah aku
dan santri-santriku menghabisi pasukan kalian”.
“Jangan
bangga dulu kau Umri… kemenanganmu itu hanya satu keberuntungan semua tidak
perlu terlalu senang”
“Jangan
banyak bicara ! Sampaikan saja segera apa maksud kalian dating mengotori tempat
suci ini”
“Keparat
! cepat kembalikan senjata kami atau tidak, aku akan menghabisimu dan seluruh
santri-santrimu”
Belum
sempat aku menjawab perkataan, pasukan Jepang ternyata dibelakangku santri-santri
dan masyarakat yang telah rela mati berkalang tanah dari pada hidup bercermin
bangkai menjawabnya dengan pekikan takbir dengan langsung menyerang mereka.
Akhirnya berkat perjuangan mereka para pasukan Jepang yang berjumlah 4 orang, 3
orang tewas dan 2 orang berhasil melarikan diri.
Sejenak
aku dan santiku tengah beristirahat dan menyusun strategi untuk menglahkan
mereka. Aku dan santriku hanya menyiapkan senjata berupa ledok, bambu runcing
dan pedang bambu, hanya itu. Aku tetap meyakinkan santri-santriku agar mereka
tidak takut dan selalu bersemangat. Menjelang ashar, aku hendak bersiap-siap
untuk melaksanakan berjamaan shalat ashar bersama santri-santriku.
Tapi
aku dikejutkan dengan suara gemuruh kendaraan dan tembakan pistol. Segera aku
mencari tau siapakah mereka. Dan ternyata tidak lain adalah tentara bangsa
Indonesia sendiri.
Menyadari
bahwa yang dating adalah bangsa sendiri, aku menyusun strategi.
“Anak-anakku…
ingat jangan ada perlawanan sebelum mereka memasuki wilayah kita.”
“Sudah
Buya, kita lawan saja mereka sekarang, kita suma sudah tidak sabar ingin
menghabisi mereka satu per satu.
Aku
cepat-cepat menahan aksi santri-santriku yang kekeuh ingin segera melawan.
“Sabar
! tahan ! jangan terburu-buru, Allah tidak menyukai orang yang terburu-buru. Karena
terburu-buru adalah sifat setan.”sesaat kemudian terdengar pasukan tentara
Indonesia telah mendekat
Bismilah
allah huakbar
Allohuakbar…………..anak
anak serang……….!!!
Aku
melihatsantri santri ku banyak yang terluka. Aku mulai panic”ayo…berjuang kerah
kan semuatenaga kalian untuk mempertahan kan agama alloh….jangan takut alloh
slalu d samping kita….kalau pun kita mati…kita harus iklas karena kitamati d
jalan alloh…!!!allohuakbar…!!! dengan strategi perang yang hebat di lengkapi
senjata yang canggih aku dan santri santri ku berhasil di kalah kan dan pasukan
Jepang berhasil menerobos dan memprak prorandakan perthanan pasukan kami
Jum’at
25-02-44
Santri
santri ku yang gugur sebanyak 86 orang dalam keadaan ini aku sangat ter pukul
melihat santri santri ku yang sllau mendampingiku telah sahid tapi aku
yakin mereka akan bahagia di akhirat
kelak dan alloh akan memberikan tempat yang terbaik untuk mereka.
Dengan
keadaanku yang lemnah aku ditahan dipenjara Tasikmalaya. Dipenjara aku hanya
terdiam dan berdzikir, serta bermunajat kepada Allah agar orang-orang yang
sekarang aku tinggalkan aku selamat dan Pesantren Sukamanah tetap berdiri tegak
dIbumi ini.
Dari
dalam penjara aku mendengar bahwa pada tanggal 25-10-44 aku akan menjalani
hukuman mati….
“ ya
Allah jika memang ini yang terbaik untuk diriku… aku ikhlas dengan semua
ketentuanmu. Walaupun hari ini ataupun esok aku akan mati, aku ikhlas. Ya Alloh
asalkan jangan kau biarkan orang-orang yang aku sayangi menderita, jaga selalu
mereka ya Allah. Biarkan Pesantren Sukamanah tercinta tetap berdiri menyiarkan
asma-asma mu…! Ya Allah…… aku sadar aku telah gagal melindungi santri-santriku
serta para masyarakat dari kekejaman Jepang. Tapi aku telah berusaha sekuat
tenagaku dan mungkin memang sebatas ini kemampuanku. Aku lahir dalam keadaan
suci, maka izinkanlah aku kembali padamu dalam keadaan suci… tempatkan aku di
sisimu ya Allah….!!!”
No comments:
Post a Comment