Sunday, 7 February 2016

Perjalanan Khz Musthofa Sukamanah Versi Bahasa Sunda



KAMPUNG BAGEUR TAHUN 1901 M
Sepasang suami istri bingung menantikan seorang anak yang telah lama diharapkannya. Nawapi sang suami merasa cemas melihat Rahmah sang istri sedang meregang nyawa demi anak kesanyangan mereka. Tiap detika Nawapi hanya bias berdo’a dan membisikan kalimat-kalimat Allah agar istri yang sangat dicintainya bisa selamat dan melahirkan anak yang sangat mereka harapkan selang beberapa jam lahirlah anak laki-laki yang memiliki paras tampan. Perasaan haru sekaligus bahagia  menyelimuti keluarga kecil mereka telah hadir ditengah-tengah seorang anak laki-laki yang menguatkan langkah mereka. Anak laki-laki itu adalah aku. Aku dilahirkan di kampung Bageur  dan aku di beri nama “Zainal Musthofa”  saat kecil aku suka di panggil Umri. Aku terlahir dari keluarga petani yang bergelimang harta tetapi memiliki ketaatan agama yang sangat tinggi. Masa kecilku di kampung Bageur sangat lah mengesankan, setiap pulang sekolah aku bermain kelereng, petak umpet, dengen teman-temanku 6 tahun sudah aku duduk di bangku SR (sekolah rakyat) kini aku seudah memikirkan masa depanku. Aku sangat menginginkan tinggal di Pesantren,belajar mengaji seperti kakaku Zaenal muhsin hingga ku coba untuk meminta izin pada Ibuku. Karena ini adalah keinginan dari Alm ayah ku. Agar aku kelak dewasa bisa berbagi ilmu agama dengan orang disisiku.
“Ibu….. Kini aku sudah bukan anak kecil lagi, aku sangat ingin hidup mandiri tanpa menyusahkan Ibu. Aku ingin belajar  mengaji bu, agar kelak aku bisa menjadi kiyai seperti harapan Ibu.”
Ibu : “Tapi nak.. bukannya Ibu tidak mengijinkan mu untuk mencapai cita-cita mu, tapi kau tau sendiri ayahmu telah tiada dan kini hanya tinggal Ibu sendiri disini, Ibu tidak ingin kehilangan kamu seperti Ibu kehilangan ayahmu.”
Aku sedikit bimbang dengan jawaban Ibu yang sama sekali Tidak searah dengan keinginanku. Tapi aku berfikir sejenak dan kembali menjawab “bu. Ibu harus yakin bahwa Ibu tidak sendiri Allah selalu ada untuk Ibu, disana pun aku akan selalu mendo’akan Ibu. Aku berjanji aku tidak akan mengecewakan Ibu. Aku akan berusaha menjadi apa yang Ibu dan Alm ayah harapkan Umri mohon restui Umri bu”
Air mata Ibu pun meleh ia memeluku sangat erat dan berkata “nak…. Jika memang ini yang engkau inginkan Ibu tidak bisa menolak keinginan dari harta Ibu satu-satunya…. Pergilah…! Carilah ilmu yang bermanfaat dan jadilah anak soleh. Agar kelak do’a mu akan menerangi kubur ayah dan Ibu mu”
Aku tidak bisa menahan rasa sedihku saat Ibuku mengijinkan untuk pergi mondok.
Suara gema adzan subuh yang berkumandang di kampung Bageur di iringi udara yang sangat dingin. Aku terbangun dan segera mengambil air wudhu aku pergi ke mesjid bersama teman-temanku. Mungkin ini hari terakhir aku bersama teman-temanku pergi ke mesjid bersama. Karena pagi ini aku akan memulai langkah ku untuk jihad fi sabilillah. Usai sholat  aku berdo’a kepada Allah agar senantiasa meridhoi keputusanku untuk pergi belajar ilmu agama dan aku berdo’a agar aku bisa betah tinggal di Pesantren.
Na,,,k….!!! nak
Aku yang sedang membereskan bajuku sedikit kaget mendengar Ibu memanggil-manggil ku. Aku langsung menghampiri Ibu yang sedang menyiapkan barang-barang yang akan ku bawa.
“ada apa bu?”
Ibu pun berhenti sejenak dari kesIbukannya dengan menatap ku lekat dengan mata yang berkaca-kaca.
“Ibu tidak yakin hari ini engkau akan pergi meninggalkan Ibu di rumah sendiri, kamu masih terlalu kecil untuk Ibu lepaskan nak…. Ibu takut terjadi hal yang tidak di inginkan terjadi padamu. Kalau nanti kamu sakit siapa yang akan mengurus mu, bagai mana jika kamu….”
Segera aku memeluk Ibu dan menangis di pangkuanya. “kekuatan ku ada di Ibu, jika memang Ibu tidak rela aku pergi apa boleh buat aku akan mengurungkan niat ku untuk pergi usai Ibu bahagia.”
Ibu melepaskan pelukanku dan kembali menatapku  “tidak nak…. Ibu rela kamu pergi asal kamu berjanji akan menjaga dirimu baik-baik.”
Segera aku mencium tangan Ibuku ”terimakasih ….. Ibu aku berjanji.”
Teriknya sinar matahari menghiasi perjalanan ku. Keringat pun mengucur deras. Tetapi aku tetap semangat agar bisa belajar ilmu agama.
Telah beberapa jam di perjalanan aku sampai di gerbang pondok Pesantren gunung pari. Disana aku langsung disambut oleh kakak misan ku Zainal Muhsin yang sudah lama nyantri disana. Aku diajak melihat-lihat sekitar Pesantren dan akhirnya aku sampai di asrama tempat aku tinggal sekarang.
Aku sekamar dengan kaka ku. Ketika aku memasuki kamar semua mata tertuju pada ku. Mungkin mereka merasa asing dengan kehadiran ku.
Kakaku menarik aku masuk kedalam kamar
“hai teman-teman…. Perkenal kan ini adik aku namanya Zaenal Musthofa, panggil saja dia Umri” semuanya yang ada disana tersenyum dan menyapaku “Hai Umri…. Wah kau sangat tampan tidak jauh dengan kakak mu” aku hanya tersenyum malu, karena bingung harus bicara apa.
“ Umri ….. bereskan segera pakaian mu dan lekas lah mandi sebentar lagi kita akan melaksanakan sholat berjamaah” kata kakak ku.
Aku pun bergegas mengikuti kakak Muhsin untuk melaksanakan sholat berjama’ah.  Aku melaksanakan sholat bejama’ah ashar dengan sangat khusu. Selesai sholat aku pulang keasrama dan disana aku teringat Ibu. Rasa rinduku padanya sangat menggebu. Aku sangat merasa kehilangan perhatian Ibu. Tiba-tiba kakak ku dating menghampiriku dan mengelus kepalaku.
“sabar nanti juga akan betah, kuatkan saja niat mu Insyaallah Allah memberi jalan. Akang pun merasakan hal yang sama duli”
Aku memeluk kaka dan menangis di pangkuannya.

Beberapa tahun kemudian…….
Setelah lama aku menimba ilmu disana. Aku berfikir untuk menuntut ilmu di tempat lain. Memang berat meninggalkan tempat yang telah memberiku banyak ilmu agama. Tapi disisi lain aku ingin menambah pengetahuan ku hingga akhirnya aku meminta pendapat kakakku.
“Kang ………. Menurut akang bagai mana jika aku menimba ilmu ditempat lain, aku ingin mencari pengalaman baru”
Kakak pun tersenyum dan menepuk pundak ku.
“ Umri………  jika kau yakin dan selama niatnya baik lakukan saja apa yang kau inginkan… akan hanya bisa mendo’akanmu”

Setelah ke putusanku bulat dan mendapat restu dari Ibu dan kakak ku. aku pun mulai menimba ilmu di beberapa Pesantren. Yang pertama aku menimba ilmu di daerah yang tidak jauh dari tempat tinggalkuyaitu di cilenga leuwihsari setelah merasa cukup pengalaman akupun menimba ilmukembali di Pesantren lain d suka raja garut, sukamiskin Bandung dan jamanis rajapolah .
Banyak sekali pengalaman yang aku dapatkan di berbagai Pesantren yang pernah aku singgahi’berbagai ilmu agama yang di ajarkan sangat bermanfa’at untuk kehidupan.
Selesai belajar di Pesantren aku kembalu pulang ke kampung halamanku. Disana aku belajar menerapkan apa yang aku pelajari selama di Pesantren.
Dari mulai mengimami , berkhutbah bahkan sekarang aku memiliki beberapa murid yang belajar ilmu agama. Murid tidak banyak hanya beberapa saja dan aku pun memiliki tempat khusus untuk pengajian hanya bertempat di mesjid.
Tapi itu cukup membuatku senang karena aku bisa sedikit demi sedikit mengamalkan ilmu yang aku dapatkan. Ya.. memang impianku sejak kecil ingin menjadi seorang kiyai yang pandai dalam ilmu agama dan memiliki banyak santri.
“ayo.. anak-anak sebelum belajar kita baca basmalah bersama-sama” bismilah hirohmanirohim“
“nah anak-anak sekarang kita akan belajar tentang sifat-sifat yang wajib bagi para rosul ayo siapa yang tahu ada berapa sipat yang wajib bagi rosul?”
Umri…Umri…Umri
Aku mendengar seseorang memanggil-manggil namaku di luar mesjid. aku aku pun segera menndekati asal suara itu.
Terlihat sesosok perempuan yang sudah tida asing lagi di mataku sedang berdiri membelakangiku “
“asalamualaikum…”
Ibu Hj. Juariyah pun terkejut dan tersenyum melihatku. Beliau adalah seorang janda yang terkenal kaya raya di kampungku.
“wa’alaikum salam.. lama sekali Umri”.
“Maaf bu… tadi saya sedang mengajar anak-anak”
Ibu Hj. Pun tersenyum sambil menggeleng-geleng kepalanya.
“Kau ini hebat Umri, kau masih muda tapi kamu bersedia menghabiskan waktumu untuk mengajar anak-anak mengajar”.
Aku tertunduk malu dan tersenyum.
“Ah… Ibu bisa saja… ini hal yang biasa bu. Saya sangat senang mengajar anak-anak mengaji.”
“memangnya apa cita-citamu sejak kecil Umri?”
“Hehe… sejak kecil sih saya ingin mendirikan Pesantren dan memiliki banyak santri. Tapi semua itu tidak mungkin. Saya punya uang dari mana untuk membeli tanah dan membangun Pesantren.”
Ibu tersenyum dan memegang pundakku.
“Jika kamu izinkan Ibu akan mengabulkan impianmu Umri.”
“Ma… maksud Ibu ?”
“Iya… aku akan mewakafkan tanah yang didekat rumahku untuk mendirikan Pesantren agar kamu punya tempat untuk mengajar anak-anak”
Aku terpaku seakan-akan tidak percaya dengan apa yang Ibu Hj. Katakan.
“Apa Ibu tidak main-main bu”
“Iya… tentu saja tidak, aku serius… silahkan kau pakai tanah itu untuk member pengetahuan tentang ilmu agama kepada anak-anak disini”
Kuraih tangan Ibu Hj. Dan ku ciumi tangannya.
“Terimakasih banyak bu… saya akan memanfaatkannya sebaik mungkin”.

Tahun 1927
Di tanah yang telah diwakafkan oleh Hj. Juaeriyah itu aku mulai mendirikan sebuah Pesantren di kampung Cikembang.
Aku mulai memikirkan apa nama yang pas untuk Pesantren ini. Dan akhirnya aku tertuju pada sebuah nama “Sukamanah” yang Sukamanah itu artinya senang hati dengan nama ini aku berharap nantinya banyak yang senang terhadap Pesantren ini dan semua santri merasas senang tinggal diPesantren ini. Amiin.
Seiring waktu berlalu, Pesantren ini mulai dikenal orang dan hadir dengan banyak santri ± 600-700 orang. Dengan banyaknya santri yang belajar diPesantren ini menimbulkan kecurigaan dari pemerintah Belanda. Mereka menganggap bahwa aku beserta santri-santriku tengah menyusun siasat untuk melawan mereka.

Dikarenakan ketakutan tersebut pemerintah Belanda sering menurunkanku dari mimbar pada saat aku sedang ceramah. Akhirnya pada tanggal 17 November 1941 aku beserta sabatku Ruhiyat ditahan di penjara Tasikmalaya. Alas an mereka memasukkanku karena aku bersama sahabatku dituduh menghasut rakyat. Selang beberapa hari aku dipindahkan dari penjara ini ke penjara lainnya. Hingga pada akhirnya aku dibebaskan oleh Kolonel Jepang pada tanggal 30-03-1947.

Selang beberapa waktu kekuasaan berpindah tangan dari Kolonial Belanda ke Kolonial Jepang. Namun meskipun demikian kenecianku terhadap mereka tidak berkurang sedikitpun. Rasa sakit hatiku kepada Kolonel Belanda yang telah menahan dan memfitnahku blum bisa aku maafkan. Meskipun kini kekuasaan telah berpindah tangan.
Awalnya aku mengira Kolonel Jepang akan sedikit lebih baik dari Belanda. Tetapi ternyata kezaliman-kezaliman mereka terhadap rakyat Indonesia termasuk pada santri-santriku sangat keterlaluan.
Kemarahanku semakin memuncak saat Kolonel Jepang memerintahkan santri-santriku untuk ruku ke arah Istana Kaisar Jepang Tokyo.
Demi Allah aku tidak rela Allah disekutukan dengan manusia-manusia yang sama sekali tidak memiliki prikemanusiaan.

Aku tidak akan pernah menyerah untuk selalu memegang teguh Kalimatullah… meskipun aku beserta santri-santriku tidak memiliki senjata yang cukup aku yakin Allah selalu bersama orang-orang yang ikhlas berjuang mempertahankan agamanya.
Setelah pemerintah Jepang mengetahui kekuatan tekadku, mereka mengirimkan pasukan bersenjata untuk menangkapku dan para santri-santriku. Namun dengan tekad yang kuat, pasukan Jepang kalah ditangan kami.
Mereka aku tawan dan kembali aku bebaskan pada hari Jum’at 20-02-1944. Akan tetapi aku pun bukan orang yang bodoh, aku melepaskan kembali mereka tapi tidak dengan senjata mereka, karena aku yakin aku dan santri-santriku akan membutuhkan senjata tersebut.
Ketika aku sedang terduduk di mesjid bersama santri-santriku usai sholat dzuhur berjama’ah, aku sedikit member ceramah pada santri-santriku.
“Anak-anakku… apapun yang terjadi tetap tekadkan dalam hati kalian, bahwa Allah selalu bersama kita, orang-orang yang selalu berusaha untuk menegakkan agamanya…”
“Buya… bagaimana jika nanti kita mati?”
Aku tersenyum mendengar pertanyaan dari Hamzah santriku yang paling muda.
“Heh… Hamzah dengar, kamu tidak perlu taku mati karena semua makhluk akan mati, cumin beda waktunya saja…”
Umri… Umri… Umri…
Terdengar suara yang memanggil-manggil namaku. Aku sudah tahu itu pasti pasukan Kolonel Jepang yang meminta senjatanya dikembalikan.
“Keluar kau Umri, tunjukkan batang hidungmu jika memang kau berani”
Aku tersenyum dan melingkarkan tanganku di depan dadaku.
“Ada perlu apa kau dating kemari ? Masih punya nyali ternyata kalian, setelah aku dan santri-santriku menghabisi pasukan kalian”.
“Jangan bangga dulu kau Umri… kemenanganmu itu hanya satu keberuntungan semua tidak perlu terlalu senang”
“Jangan banyak bicara ! Sampaikan saja segera apa maksud kalian dating mengotori tempat suci ini”
“Keparat ! cepat kembalikan senjata kami atau tidak, aku akan menghabisimu dan seluruh santri-santrimu”

Belum sempat aku menjawab perkataan, pasukan Jepang ternyata dibelakangku santri-santri dan masyarakat yang telah rela mati berkalang tanah dari pada hidup bercermin bangkai menjawabnya dengan pekikan takbir dengan langsung menyerang mereka. Akhirnya berkat perjuangan mereka para pasukan Jepang yang berjumlah 4 orang, 3 orang tewas dan 2 orang berhasil melarikan diri.

Sejenak aku dan santiku tengah beristirahat dan menyusun strategi untuk menglahkan mereka. Aku dan santriku hanya menyiapkan senjata berupa ledok, bambu runcing dan pedang bambu, hanya itu. Aku tetap meyakinkan santri-santriku agar mereka tidak takut dan selalu bersemangat. Menjelang ashar, aku hendak bersiap-siap untuk melaksanakan berjamaan shalat ashar bersama santri-santriku.
Tapi aku dikejutkan dengan suara gemuruh kendaraan dan tembakan pistol. Segera aku mencari tau siapakah mereka. Dan ternyata tidak lain adalah tentara bangsa Indonesia sendiri.
Menyadari bahwa yang dating adalah bangsa sendiri, aku menyusun strategi.
“Anak-anakku… ingat jangan ada perlawanan sebelum mereka memasuki wilayah kita.”
“Sudah Buya, kita lawan saja mereka sekarang, kita suma sudah tidak sabar ingin menghabisi mereka satu per satu.
Aku cepat-cepat menahan aksi santri-santriku yang kekeuh ingin segera melawan.
“Sabar ! tahan ! jangan terburu-buru, Allah tidak menyukai orang yang terburu-buru. Karena terburu-buru adalah sifat setan.”sesaat kemudian terdengar pasukan tentara Indonesia telah mendekat
Bismilah allah huakbar
Allohuakbar…………..anak anak serang……….!!!
Aku melihatsantri santri ku banyak yang terluka. Aku mulai panic”ayo…berjuang kerah kan semuatenaga kalian untuk mempertahan kan agama alloh….jangan takut alloh slalu d samping kita….kalau pun kita mati…kita harus iklas karena kitamati d jalan alloh…!!!allohuakbar…!!! dengan strategi perang yang hebat di lengkapi senjata yang canggih aku dan santri santri ku berhasil di kalah kan dan pasukan Jepang berhasil menerobos dan memprak prorandakan perthanan pasukan kami


Jum’at 25-02-44
Santri santri ku yang gugur sebanyak 86 orang dalam keadaan ini aku sangat ter pukul melihat santri santri ku yang sllau mendampingiku telah sahid tapi aku yakin  mereka akan bahagia di akhirat kelak dan alloh akan memberikan tempat yang terbaik untuk mereka.
Dengan keadaanku yang lemnah aku ditahan dipenjara Tasikmalaya. Dipenjara aku hanya terdiam dan berdzikir, serta bermunajat kepada Allah agar orang-orang yang sekarang aku tinggalkan aku selamat dan Pesantren Sukamanah tetap berdiri tegak dIbumi ini.
Dari dalam penjara aku mendengar bahwa pada tanggal 25-10-44 aku akan menjalani hukuman mati….
“ ya Allah jika memang ini yang terbaik untuk diriku… aku ikhlas dengan semua ketentuanmu. Walaupun hari ini ataupun esok aku akan mati, aku ikhlas. Ya Alloh asalkan jangan kau biarkan orang-orang yang aku sayangi menderita, jaga selalu mereka ya Allah. Biarkan Pesantren Sukamanah tercinta tetap berdiri menyiarkan asma-asma mu…! Ya Allah…… aku sadar aku telah gagal melindungi santri-santriku serta para masyarakat dari kekejaman Jepang. Tapi aku telah berusaha sekuat tenagaku dan mungkin memang sebatas ini kemampuanku. Aku lahir dalam keadaan suci, maka izinkanlah aku kembali padamu dalam keadaan suci… tempatkan aku di sisimu ya Allah….!!!”

No comments:

Post a Comment

Lebih banyak lagi tentang makalah dan tugas sekolah untuk SMA, SMK, MAN, SMP, MTs
silahkan menuju gudang makalah
klik >>> disini