BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia
merupakan salah satu makhluk hidup. Dikatakan sebagai makhluk hidup karena
manusia memiliki ciri-ciri diantaranya: dapat bernafas, berkembangbiak, tumbuh,
beradaptasi, memerlukan makan,Pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit dalam
tubuh diatur oleh ginjal, kulit, paru-paru dan gastrointestinal dan megeluarkan sisa metabolisme
tubuh (eliminasi). Setiap kegiatan yang dilakukan tubuh dikarenakan peranan
masing-masing organ.
Selain
itu, pengaturan keseimbangan cairan dapat melalui mekanisme rasa haus yang
dikontrol oleh system endokrin (hormonal), yakni anti diuretic hormone (ADH),
sistem aldosteron, prostaglandin, dan glukokortikoid.
Membuang urine dan alvi (eliminasi)
merupakan salah satu aktivitas pokok yang harus dilakukan oleh setiap manusia.
Karena apabila eliminasi tidak dilakukan setiap manusia akan menimbulkan
berbagai macam gangguan seperti retensi urine, inkontinensia urine, enuresis,
perubahan pola eliminasi urine, konstipasi, diare dan kembung. Selain berbagai
macam yang telah disebutkan diatas akan menimbulkan dampak pada system organ
lainnya seperti: system pencernaan, ekskresi, dll
Berdasar latar belakang di atas,
maka penulis membuat makalah dengan judul “Prinsip Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan
Elektrolit dan Prinsip Pemenuhan Kebutuhan
Eliminasi”.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana cara pemenuhan
cairan dan elektrolit?
2.
Bagaimana cara pemenuhan kebutuhan eliminasi?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui
prinsip pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit.
2.
Mengetahui prinsip pemenuhan kebutuhan eliminasi.
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam
penulisan makalah ini yaitu menggunakan metode studi literature, dimana sumber
yang digunakan menggunakan sumber pustaka (buku) dan hasil browusing dari
internet.
BAB II
PEMBAHASAN
PRINSIP PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
A.
KEBUTUHAN CAIRAN TUBUH
Pengaturan
kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh diatur oleh ginjal, kulit,
paru-paru dan gastrointestinal
1. Ginjal
Ginjal
merupakan organ yang memiliki peran cukup besar dalam pengaturan kebutuhan
cairan dan elektrolit. Hal ini terlihat pada fungsi ginjal yakni sebagai
pengatur air, pengatur konsenrasi garam dalam darah, pengatur keseimbangan asam
basa darah, dan pengatur ekskresi bahan buangan atau kelebihan garam.
Proses
pengaturan kebutuhan keseimbangan air ini diawali oleh kemampuan bagian ginjal
seperti glomerulus sebagai penyaring cairan. Rata-rata setiap satu liter darah
mengandung 500 cc plasma yang mengalir melalui glomerulus, 10 persennya disaring
keluar. Cairan yang tersaring (filtrate glomerulus), kemudian mengalir melalui
tubule renalis yang sel-selnya menyerapsemua bahan yang dibutuhkan. Jumlah
urine yang diproduksi ginjal dapat dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron dengan
rata-rata 1 ml / kg / bb / jam.
2. Kulit
Kulit
merupakan bagian penting dalam pengaturan cairan yang terkait dengan proses
pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat pengatur panas yang disarafi
oleh vasomotorik dan vasokonstriksi. Banyaknya darah yang mengalir melalui pembuluh
darah dalam kulit memengaruhi jumlah keringat yang dikeluarkan. Proses
pelepasan panas kemudian dapat dilakukan dengan cara penguapan.
Keringat
merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat dibawah pengendalian saraf
simpatis. Melalui kelenjar ini suhu dapat diturunkan dengan melepaskan air yang
jumlahnya kurang lebih setengah liter sehari. Perangsangan kelenjar keringat
dapat di peroleh dari aktivitas otot, suhu lingkungan, dan melalui suhu tubuh
yang panas.
3. Paru-paru
Organ
paru-paru berperan dalam pengeluaran cairan dengan menghasilkan insensible
water loss ± 400ml/hari. Proses pengeluaran cairan terkait dengan respons
akibat perubahan frekuensi dan kedalam pernafasan (kemampuan bernafas),
misalnya orang yang melakukan olah rag berat.
4. Gastrointestinal
Gastrointestinal
merupakan organ saluran pencernan yang berperan dalam mengeluarkan cairan
melalui proses penyerapan dan pengeluaran air. Dalam keadaan normal, cairan
yang hilang dalam sistem ini sekitar 100-200 ml/hari.
Selain
itu, pengaturan keseimbangan cairan dapat melalui mekanisme rasa haus yang
dikontrol oleh system endokrin (hormonal), yakni anti diuretic hormone (ADH),
sistem aldosteron, prostaglandin, dan glukokortikoid.
1. ADH
Hormon ini
memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat mengendalikan
keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini di bentuk oleh hipotalamus yang ada di
hipofisis posterior yang mengsekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan
menurunkan cairan ekstrasel.
2. Aldesteron
Hormon ini
diekresi oleh kelenjar adrenal ddi tubulus ginjal dan berfungsi pada absorbsi
natrium. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan
konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin rennin.
3. Prostaglandin
Prostaglandin
merupakan asam lemak yang terdapat pada jaringan yang berfungsi merespons
radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan gerakan
gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi
ginjal.
4. Glukokortikoid
Hormon ini
berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yng menyebabkan
volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium.
1. Kebutuhan Cairan Tubuh Bagi Manusia
Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar
manusia secara fisiologis kebutuhan ini memiliki proporsi besar dalam bagian
tubuh dengan hampir 90% dari total berat badan. Sementara itu, sisanya
merupakan bagian padat dari tubuh. Secara keseluruhan, persentase cairan tubuh
berbeda berdasarkan usia. Persentase cairan tubuh bayi baru lahir sekitar 75%
dari total berat badan, pria dewasa 57% dari total berat bada, wanita dewasa
55% dari total berat badan, dan dewasa tua 45% dari total berat badan. Selain
itu, persentase cairan tubuh yang bervariasi juga bergantung pada lemak dalm
tubuh dan jenis kelamin. Jika lemak dalam tubuh sedikit, maka cairan tubuh pun
lebih besar. Wanita dewasa mempunyai cairan tubuh lebih sedikit disbanding pada
pria, karena jumlah lemak dalm tubuh wanita dewasa lebih banyak dibandingkan
dengan lemak dalm tubuh pria dewasa.
Kebutuhan air berdasarkan usia dan berat badan
Usia
|
Kebutuhan Air
|
|
Jumlah Air Dalam 24 Jam
|
Ml / kg Berat Badan
|
|
3 hari
1 tahun
2 tahun
4 tahun
10 tahun
14 tahun
18 tahun
Dewasa
|
250-300
1150-1300
1350-1500
1600-1800
2000-2500
2200-2700
2200-2700
2400-2600
|
80-100
120-135
115-125
100-110
70-85
50-60
40-50
20-30
|
2. Cara
Perpindahan Cairan
a. Difusi
Difusi merupakan tercampurnya
molekul-molekul dalam cairan, gas atau zat padat secara bebas atau acak. Proses
difusi dapat terjadi bila dua zat bercampur dalam sel membrane. Dalam tubuh,
proses difusi air, elektrolit, dan zat-zat lain tarjadi melalui membran kapiler
yang permeable. Kecepatan proses difusi bervariasi bergantung pada factor
ukuran molekul, konsentrasi cairan, dan temperature cairan.
b. Osmosis
Osmosis adalah proses perpindahan
pelarut murni (seperti air) melalui membrane semipermeabel, biasanya terjadi
dari larutan dengan konsentrasi yang kurang pekat ke larutan dengan konsentrasi
lebih pekat, sehingga larutan yang berkonsentrasi rendah volumenya akan
berkurang, sedangkan larutan yang berkonsentrasi lebih tinggi akan bertambah
volumenya. Solute adalh zat terlarut,
sedangkan solvent adalah pelarutnya.
Garam adalah solute, sedangkan air
merupakan solvent. Proses omosis ini
penting dalam pengaturan keseimbangan cairan ekstra dan intrasel. Osmolaritas adalah
cara untuk mengukur kepekatan larutan dengan menggunakan satuan mol.
c. Transpor aktif
Proses perpindahan cairan tubuh
dapat menggunakan mekanisme transport aktif. Transport aktif merupakan gerak
zat yang akan berdifusi dan berosmosis yang memerlukan aktivitas metabolic dan
pengeluaran energi untuk menggerakkan berbagai materi guna menembus membrane
sel. Proses ini dapat menerima / memindahkan molekul dari konsentrasi tinggi.
Proses ini penting untuk mempertahankannatrium dalam cairan intra dan
ekstrasel. Sebagai contoh natrium dan kalium, dimana natrium di pompa keluar
sel dan kalium di pompa masuk di dalam sel.
3. Faktor yang Berpengaruh dalam Pengaturan Cairan
Proses pengaturan cairan di
pengaruhi oleh dua faktor yakni :
a. Tekanan cairan, proses difusi dan osmosis melibatkan
adanya tekanan cairan. Dalm proses osmosis, tekanan osmotik merupakan kemampuan
partikel pelarut untuk menariklarutan melalui membran. Bila terdapat dua
larutan dengan perbedaan konsentrasi maka larutan yang konsentrasi molekulnya
lebih pekat dan tidak dapat bergabung disebut koloid. Sedangkan larutan dengan
kepekatan yang sama dan dapat bergabung disebut koloid.
b. Membran semipermiabel, merupakan penyaring agar cairan
yang bermolekul besar tidak tergabung. Membran semipermiabelini terdapat pada
dinding kapiler pembuluh darah, yang terdapat di seluruh tubuh sehingga molekul
atau zat lain tidak berpindah ke jaringan.
4. Jenis Cairan
a. Cairan zat gizi (nutrien)
Pasien
yang istirahat di tempat tidur memerlukan kalori 450 kalori setiap hari. Cairan
nutrien dapat diberikan melalui intravena dalam bentuk karbohidrat, nitrogen
dan vitamin untuk metabolisme. Kalori yang terdapat dalam cairan
nutrien dapat berkisar antara 200-1500 kalori per liter.
Cairan
nutrien terdiri atas :
·
Karbohidrat
dan air
·
Asam amino
·
Lemak
b. Blood
volume expanders
Blood
volume expanders merupakan
jenis cairan yang berfungsi meningkatkan volume darah sesudah kehilangan darah
atau plasma. Hal ini terjadi pada saat pasien mengalami perdarahan berat, maka
pemberian plasma akan mempertahankan jumlah volume darah.
5. Gangguan/masalah
dalam Pemenuhan Kebutuhan Cairan
a. Hipovolume atau dehidrasi
Kekurangan
cairan eksternal dapat terjadi karena penurunan asupan cairan dan kelebihan
pengeluaran cairan.
Ada tiga
macam kekurangan volume cairan eksternal atau dehidrasi, yaitu:
1) Dehidrasi isotonic, terjadi jika kekurangan sejumlah
cairan dan elektrolitnya yang seimbang.
2) Dehidrasi hipertonik, terjadi jika kehilangan sejumlah
air yang lebih banyak daripada elektrolitnya.
3) Dehidrasi hipotonik, terjadi jika tubuh lebih banyak
kehilangan elektrolitnya daripada air.
Macam
dehidrasi (kurang volume cairan) berdasarkan derajatnya :
a) Dehidrasi berat
·
Pengeluaran/
kehilangan cairan 4-6 L
·
Serum
natrium 159-166 mEq / L
·
Hipotensi
·
Turgor kulit
buruk
·
Oliguria
·
Nadi dan
pernapasan meningkat
·
Kehilangan
cairan mencapai > 10% BB
b) Dehidrasi sedang
·
Kehilangan
cairan 2-4 l atau antara 5-10% BB
·
Serum
natrium 152-158 mEq/L
·
Mata cekung
c) Dehidrasi ringan, dengan terjadinya kehiangan cairan
mencapai 5% BB atau 1,5 – 2 L.
b. Hipervolume atau overhidrasi
Terdapat
dua manifestasi yang ditimbulkan akibat kelebihan cairan yaitu, hipervolume
(peningkatan volume darah) dan edema (kelebihan cairan pada interstisial).
B.
KEBUTUHAN ELEKTROLIT
Elektrolit
terdapat pada seluruh cairan tubuh. Cairan tubuh mengandung oksigen, nutrient,
dan sisa metabolisme (seperti karbondioksida), yang semuanya disebut dengan
ion.
1.
Komposisi elektrolit
Komposisi
elektrolit dalam plasma sebagai berikut :
·
Natrium :135 - 145 m Eq/L
·
Kalium : 3,5 - 5,3 m Eq/L
·
Klorida : 100 - 106 m Eq/L
·
Bikarbonat
arteri : 22 - 26 m Eq/L
·
Bikarbonat
vena : 24 - 30 m Eq/L
·
Kalsium : 4 - 5 m Eq/L
·
Magnesium : 1,5 - 2,5 m Eq/L
·
Fosfat : 2,5 - 4,5
mg/100ml
2.
Pengaturan Elektrolit
a. Pengaturan keseimbangan natrium
Natrium
merupakan kation dalam tubuh yang berfngsi dalam pengaturan osmolaritas dan
volume cairan tubuh.
b. Pengaturan keseimbangan kalium
Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam cairan
intrasel dan berfungsi mengatur keseimbangan elektrolit.
Aldosteron juga berfungsi mengatur keseimbangan kadar
kalium dalam plasma (cairan ekstrasel). Sistem pengaturannya melalui tiga
langkah:
1) Peningkatan konsentrasi kalium dalam cairan ekstrasel
yang menyebabkan peningkatan produksi aldosteron.
2) Peningkatan jumlah aldosteron akan
memengaruhi jumlah kalium yang dikeluarkanmelalui ginjal.
3) Peningkatan pengeluaran kalium; konsentrasi kalium
dalam cairan ekstrasel menurun.
c. Pengaturan keseimbangan kalsium
Kalsium dalam tubuh berfungsi dalam pembentukan tulang,
penghantar impuls kontraksi otot, koagulasi darah (pembekuan darah), dan
membantu beberapa enzim pankreas.
d. Pengaturan keseimbangan magnesium
Magnesium
merupakan kation dalam tubuh yang terpenting kedua dalam cairan intrasel.
Keseimbangannya diatur oleh kelenjar paratiroid. Magnesium diabsorpsi dari
saluran pencernaan. Magnesium dalam tubuh dipengaruhi oleh konsentrasi kalsium.
Hipomagnesemia terjadi bila konsentrasi serum turun kurang dari 1,5 mEq/L. Sedangkan
hipermagnesemia terjadi bila kadar magnesiumnya lebih dari 2,5 mEq/L.
e. Pengaturan keseimbangan klorida
Klorida
merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel, tetapi klorida dapat ditemukan
pada cairan ekstrasel dan intrasel. Fungsi klorida biasanya bersatu dengan
natrium yaitu mempertahankan keseimbangan tekanan osmotic dalam darah.
f. Pengaturan keseimbangan bikarbonat
Bikarbonat
merupakan elektrolit utama dalam larutan buffer (penyangga) dalam tubuh.
g. Pengaturan keseimbangan fosfat (PO4)
Fosfat bersama-sama dengan kalsium berfungsi dalam
pembentukan gigi dan tulang. Fosfat diserap dari saluran
pencernaan dan dikeluarkan melalui urine.
3.
Gangguan /Masalah Kebutuhan
Elektrolit
a. Hiponatremia, merupakan suatu
keadaan kekurangan kadar natrium dalam plasma darah yang ditandai dengan adanya
kadar natrium plasma yang kurang dari 135 mEq/L, mual, muntah dan diare.
b. Hipernatremia, suatu keadaan dimana
kadar natrium dalam plasma tinggi, yang ditandai dengan adanya mukosa kering,
oliguria/anuria, turgor kulit buruk dan permukaan kulit membengkak, kulit
kemerahan, lidah kering, dll.
c. Hipokalemia, merupakan suatu keadaan kekurangan kadar
kalium dalam darah. Hipokalemia ini dapat terjadi dengan sangat cepat. Sering
terjadi pada pasien yang mengalami diare berkepanjangan.
d. Hiperkalemia, merupakan suatu keadaan dimana kadar
kalium dalam darah tinggi. Keadaan ini sering terjadi pada pasien luka bakar,
penyakit ginjal, asidosis metabolik. Hiperkalemia dditandai dengan adanya mual,
hiperaktifitas system pencernaan, dll.
e. Hipokalsemia, merupakan kekurangan kadar kalsium dalam
plasma darah. Hipokalsemia ditandai dengan adanya kram otot dan karam perut,
kejang,bingung, dll.
f.
Hiperkalsemia,
merupakan suatu keadaan kelebihan kadar kalsium dalam darah. Hal ini terjadi
pada pasien yang mengalami pengangkatan kelenjar gondok dan makan vitamin D
secara berlebihan. Hiperkalsemia ditandai dengan adanya nyeri pada tulang,
relaksasi otot, batu ginjal, dll, dan kadar kalsium daam plasma lebih dari 4,3
mEq/L.
g. Hipomagnesia, merupakan kekurangan kadar magnesium
dalam darah. Hipomagnesia ditandai dengan adanya iritabilitas, tremor, kram
pada kaki dan tangan, dll, serta kadar magnesium dalam darah kurang dari 1,3
mEq/L.
h. Hipermagnesia, merupakan kelebihan kadar magnesium
dalam darah. Hal ini ditandai dengan adanya koma, gangguan pernapasan, dan
kadar magnesium lebih dari 2,5 mEq/L.
4.
Keseimbangan Asam Basa
Aktivitas
tubuh memerlukan keseimbangan asam basa, keseimbangan asam basa dapat diukur
dengan pH (derajat keasaman). Dalam keadaan normal, nilai pH cairan tubuh 7,35
- 7,45. keseimbangan dapat dipertahankan melalui proses metabolisme dengan
sistem buffer pada seluruh cairan tubuh dan melalui pernapasan dengan sistem
regulasi (pengaturan di ginjal). Tiga macam sistem larutan buffer cairan tubuh
yaitu larutan bikarbonat, larutan buffer fosfat, dan larutan buffer
protein.
5.
Gangguan
/ Masalah Keseimbangan Asam Basa
a. Asidosis
respiratorik, merupakan suatu keadaan yang di sebabkan oleh karena kegagalan
sistem pernapasan dalam membuang karbondioksida dari cairan tubuh.
b. Asidosis
metabolic, merupakan suatu keadaan kehilangan basa atau terjadi penumpukan
asam.
c. Alkalosis
respiratorik, merupakan suatu keadaan kehilangan CO2 dari paru-paru
yang dapat menimbulkan terjadinya paCO2 arteri kurang dari 35 mmHg,
pH lebih 7,45. Keadaan ini dapat di sebabkan oleh karena adanya
hiperventilisasi, kecemasan, emboli paru-paru, dll.
d. Alkalosis
metabolic merupakan suatu keadaan kehilangan ion hydrogen atau penambahan basa
pada cairan tubuh dengan adanya peningkatan bikarbonat plasma lebih dari
26mEq/L dan pH arteri lebih dari 7,45 atau secara umum keadaan asam basa dapat
dilihat sebagaimana table berikut.
HCO3 Plasma
|
pH Plasma
|
PaCO2 Plasma
|
Gangguan Asam Basa
|
Meningkat
Menurun
Menurun
Meningkat
|
Menurun
Menurun
Meningkat
Meningkat
|
Meningkat
Menurun
Menurun
Meningkat
|
Asidosis respiratorik
Asidosis metabolic
Alkalosis
respiratorik
Alkalosis metabolik
|
6.
Faktor
yang Memengaruhi Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Kebutuhan cairan elektrolit dalam
tubuh dipengaruhi oleh factor-faktor :
a. Usia.
Perbedaan usia menentukan luas permukaan
tubuh dan aktivitas organ, sehingga dapat memengaruhi jumlah kebutuhan cairan
dan elektrolit.
b. Temperature
yang tinggi menyebabkan proses pengeluaran cairan melalui keringat cukup
banyak, sehingga tubuh akan banyak kehilangan cairan.
c. Diet.
Apabila tubuh kekurangan zat gizi, maka tubuh akan memecah cadangan makanan
yang tersimpan dalam tubuh sehingga terjadi pergerakan cairan dari interstisial
ke interseluler, yang dapat berpengaruh pada jumlah pemenuhan kebutuhan cairan.
d. Sters
dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, melalui proses
peningkatan produksi ADH karena pada proses ini dapat meningkatkan metabolisme
sehingga mengakibatkan terjadinya glikolisis otot yang dapat menimbulkan
retensi natriumdan air.
e. Sakit.
Pada keadaan sakitterdapat banyak sel yang rusak, sehingga untuk memperbaikinya
sel membutuhkan proses pemenuhan kebutuhan cairan yang cukup.
PRINSIP
PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI
A.
KEBUTUHAN ELIMINASI URINE
Eliminasi
adalah proses pembuangan sisia metabolisme tubuh baik berupa urine atau alvi
(buang air besar). Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi
urine (kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar).
1.
Organ yang berperan dalam Eliminasi
Urine
Menurut
ambarwati dan sunarsih (2009) Organ yang berperan dalam Eliminasi Urine yaitu
sebagai berikut:
a. Ginjal
Merupakan
organ retropenitoneal (di belakang selaput perut) yang terdiri atas
ginjal sebelah kanan dan kiri tulang punggung. Ginjal berperan sebagi
pengatur komposisi dan volume cairan dalam tubuh. ginjal juga menyaring bagian
dari arah untuk dibuang dalam bentuk urine sebagai zat sisa yang tidak
diperlukan oleh tubuh.
b. Kandung
kemih
Merupakan sebuah kantung yang
terdiri atas otot halus yang berfungsi sebagai penampung air seni (urine).
c. Uretra
Merupakan
organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar.
2.
Proses Berkemih
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria
(kandung kemih). Vesika urunaria dapa menimbulkan rangsangan saraf bila
urinaria berisi ± 250 -450 cc (pada orang dewasa) dan 200- 250 cc (pada
anak-anak).
Ginjal memindahkan air dari darah berbentuk urine.Ureter
mengalirkan urine ke bladder.Dalam bladder urine ditampung sampai mencapai
batas tertentu.Kemudian dikeluarkan melalui uretra.
Komposisi urine :
a. Air (96 %)
b. Larutan (4 %)
·
Larutan organic : urea, ammonia, dan asam urat.
·
Larutan anorganik : natrium (sodium), klorida, kalium
(potassium), sulfat, magnesium, fosfor. Natrium klorida merupakan garam anorganik
yang paling banyak.
3.
Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi
Urine
Menurut Rendy (2010) factor-faktor
yang mempengaruhi Eliminasi urine adalah:
a. Diet dan
asupan
Jumlah
dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output urine (jumlah
urine). Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk.selain
itu, minum kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
b. Respon
keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan
mengabaikan keinginan awal utnuk berkemih dapat menyebabkan urin banyak tertahan
di vesika urinaria, sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah
pengeluaran urine.
c. Gaya hidup
Perubahan
gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Hal ini terkait
dengan tersedianya fasilitas toilet.
d. Stress
psikologis
Meningkatkan
stres dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena
meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang
diproduksi.
e. Tingkat
aktivitas
Eliminasi
urine membutuhkan tonus otot vesika urinearia yang baik untuk fungsi sphincter.
Kemampuan tonus otot di dapatkan dengan beraktivitas.
f. Tingkat
perkembangan
Tingkat
pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih. Hal tersebut
dapat ditemukan pada anak, yang lebih mengalami mengalami kesulitan untuk
mengontrol buang air kecil. Namun kemampuan dalam mengontrol buang air kecil
meningkat dengan bertambahnya usia
g. Kondisi
penyakit
Kondisi
penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes mellitus.
h. Sosiokultural
Budaya dapt memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine,
seperti adanya kultur pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air
kecil di tempat tertentu.
i.
Kebiasaan seseorang
Seseorang
yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet, biasanya mengalami kesulitan untuk
berkemih dengan melalui urineal/pot bila dalam keadaan sakit.
j.
Tonus otot
Tonus
otot yang berperan penting dalam membantu proses berkemih adalah otot kandung
kemih, otot abdomen,dan pelvis.
k. Pembedahan
Pembedahan
berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari pemberian obat
anestesi sehingga menyebabkan penurunan jumlah produksi urine.
l.
Pengobatan
Pemberian
tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau penurunan
proses perkemihan.
m. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan
diagnostic ini juga dapat memengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya prosedur-prosedur
yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih.
4.
Gangguan/Masalah Kebutuhan Eliminasi
Urine
a. Retensi urine, merupakan penumpukan
urine dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk
mengosongkan kandung kemih.
b. Inkontinensia urine, merupakan
ketidakmampuan otot sphincter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol
ekskresi urine.
Menurut
Rendy (2010) definisi inkontinensi urine yaitui Urine yang keluar tanpa disadari.Ada
beberapa jenis inkontinensia urine yang dapat di bedakan:
1)
Total inkontinensi : adalah kelanjutan dan tidak tidak dapat
diprediksi keluarnya urine.
2)
Stress inkontinensi: keadaan dimana urine secara tiba-tiba
disemprotkan saat bersin, batuk, mengangkat barang berat.
3)
Urge inkontinensi: terjadi padfa waktu kebutuhan berkemih yang baik,
tetapi tidak dapat ke toilet tepat pada waktunya.
4)
Fungsional inkontinensi: involunter yang tidak dapat diprediksi
keluarnya urine.
5)
Reflex inkontinensi: adalah involunter keluarnya urine yang diprediksi
intervalnya ketika ada reaksi volume kandung kemih penuh.
Penyebab dari inkontinensi:
·
Proses ketuaan
·
Pembesaran kalenjar prostat
·
Spasme kandung kemih
·
Menurunya kesadaran
Menggunakan obat narkotik.
c. Enuresis, merupakan ketidak sanggupan
menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan tidak mampu mengontrol sphincter
eksterna. yaitu sering terjadi
pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam hari dan dapat terjadi satu kali
atau lebih dalam semalam.
d. Perubahan pola eliminasi urine,
merupakan keadaan sesorang yang mengalami gangguan pada eliminasi urine karena
obstruksi anatomis, kerusakan motorik sensorik, dan infeksi saluran kemih.
Perubahan eliminasi terdiri atas : Frekuensi, Urgensi, Disuria, Poliuria,
Urinaria supresi.
5.
Pengkajian Eliminasinasi Urine
a. Frekuensi
Frekuensi
untuk berkemih tergantung kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang-orang berkemih
kira-kira 70 % dari urine setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak
memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari. Orang-orang biasanya berkemih
: pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum tidur dan berkisar waktu makan.
b. Volume
Volume
urine menentukan berapa jumlah urine yang di keluarkan dalam waktu 24 jam.
Berdasarkan usia, volume urine normal dapat di tentukan sebagai berikut:
Volume urine normal
No.
|
Usia
|
Jumlah/hari
|
1.
|
1-2 hari
|
15-60 ml
|
2.
|
3-10 hari
|
100-300 ml
|
3.
|
10-2 bulan
|
250-400 ml
|
4.
|
2 bulan-1 tahun
|
400-500 ml
|
5.
|
1-3 tahun
|
500-600 ml
|
6.
|
3-5 tahun
|
600-700 ml
|
7.
|
5-8 tahun
|
700-1000 ml
|
8.
|
8-14 tahun
|
800-1400 ml
|
9.
|
14 tahun- dewasa
|
1500 ml
|
10.
|
Dewasa tua
|
≤ 1500 ml
|
volume dibawah 500 ml atau
diatas 300 ml dalam periode 24 jam pada orang dewasa, maka perlu
lapor.(Rendy;2010)
c. Warna
Normal
urine berwarna kekuning-kuningan, obat-obatan dapat mengubah warna urine
seperti orange gelap. Warna urine merah, kuning, coklat merupakan indikasi
adanya penyakit.
d. Bau Normal
urine berbau aromatik yang memusingkan.
Bau yang merupakan indikasi adanya
masalah seperti infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu.
e. Berat
jenis
Adalah berat atau derajat
konsentrasi bahan (zat) dibandingkan dengan suatu volume yang sama dari yang
lain seperti air yang disuling sebagai standar. Berat jenis air suling adalah
1, 009 ml dan normal berat jenis : 1,010 – 1,030
f. Kejernihan
·
Normal urine terang dan transparan
·
Urine dapat menjadi keruh karena ada mukus atau pus.
g.
pH :
·
Normal pH urine sedikit asam (4,5 – 7,5)
·
Urine yang telah melewati temperatur ruangan untuk beberapa
jam dapat menjadi alkali karena aktifitas bakteri.
·
Vegetarian urinennya sedikit alkali.
h. Protein :
·
Normal : molekul-molekul protein yang besar seperti :
albumin, fibrinogen, globulin, tidak tersaring melalui ginjal – urine.
·
Pada keadaan kerusakan ginjal, molekul-molekul tersebut
dapat tersaring urine.
·
Adanya protein didalam urine disebut proteinuria, adanya
albumin dalam urine disebut albuminuria.
i.
Darah
·
Darah dalam urine dapat tampak jelas atau dapat tidak tampak
jelas.
·
Adanya darah dalam urine disebut hematuria(trauma/penyakit
pada saluran kemih bagian bawah)
j.
Glukosa
·
Normal : adanya sejumlah glukosa dalam urine tidak berarti
bila hanya bersifat sementara, misalnya pada seseorang yang makan gula banyak
menetap pada pasien DM.
·
Adanya gula dalam urine disebut glukosa.
6.
Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi
Urine
a. Menolong Buang Air Kecil dengan
Menggunakan Urineal
Tindakan membantu pasien yang tidak mampu buang air kecil
sendiri di kamar kecil di lakukan dengan menggunakan alat penampung (urineal).
Persiapan alat dan bahan :
·
Urineal
·
Pengalas
·
Tisu
Prosedur
kerja :
·
Cuci tangan
·
Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
·
Pasang alas urineal di bawah glutea
·
Lepas pakaian bawah pasien
·
Pasang urineal di bawah glutea/pinggul atau di antara kedua
paha
·
Anjurkan pasien untuk berkemih
·
Setelah selesai rapihkan alat
·
Cuci tangan, catat warna, dan jumlah produksi urine
b. Melakukan Kateterisasi
Menurut kusmiyati (2009) definisi kateter adalah pipa untuk
memasukkan atau mengeluarkan cairan yang di masukksn melalui uretra ke dalam
kandung kencing untuk membuang urine.
Jenis-jenis kateter
·
Kateter plastik : digunakan sementara karena mudah rusak dan
tidak fleksibel
·
Kateter latex atau karet : digunakan untuk penggunaan atau
pemakaian dalam jangka waktu sedang (kurang dari 3 mingu).
·
Kateter silicon murni atau teflon : untuk menggunakan jangka
waktu lama 2-3 bulan karena bahan lebih lentur pada meatur urethra.
·
Kateter PVC : sangat mahal untuk penggunaan 4-5 minggu,
bahannya lembut tidak panas dan nyaman bagi urethra.
·
Kateter logam : digunakan untuk pemakaian sementara,
biasanya pada pengosongan kandung kemih pada ibu yg melahirkan.
Ukuran kateter
·
Anak : 8-10
french (Fr)
·
Wanita : 14-16
Fr
·
Laki-laki : 16-18
Fr
Persiapan alat dan bahan :
·
Sarung tangan steril
·
Kateter steril (sesuai dengan ukuran dan jenis)
·
Duk steril
·
Minyak pelumas/jelly
·
Larutan pembersih antiseptic (kapas sublimat)
·
Spuit yang berisi cairan
·
Perlak dan alasnya
·
Pinset anatomi
·
Bengkok
·
Urineal bag
·
Sampiran
Prosedur kerja (pada perempuan)
·
Cuci tangan.
·
Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
·
Atur ruangan.
·
Pasang perlak / alas.
·
Gunakan sarung tangan steril.
·
Pasang duk steril.
·
Bersihkan vulva dengan kapas sublimat dari atas ke bawah (±
3 kali hingga bersih.
·
Buka labia mayor dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri.
Bersihkan bagian dalam.
·
Kateter diberi minyak pelumas atau jelly pada ujungnya, lalu
asupan pelan-pelan sambil anjurkan untuk tarik nafas, asupan (2,5-5cm) atau
hingga urine keluar.
·
Setelah selesai, isi balon dengan cairan akuades atau
sejenisnya dengan menggunakan spuit untuk yang di pasang tetap. Bila tidak dipasang tetap, tarik kembali
sambil pasien di suruh napas dalam.
·
Sambung kateter dengan urineal bag dan fiksasi kea rah samping.
·
Rapikan alat.
·
Cuci tangan.
B.
KEBUTUHAN ELIMINASI ALVI
1. Proses
Defekasi Air Besar (Defekasi)
Defekasi adalah proses pengosongan
usus yang sering disebut buang air besar. Terdapat dua pusat ang menguasai
refleks untuk defekasi, yang terletak di medula dan sumsum tulang belakang.
Secara umum, terdapat dua macam
refleks yang membantu proses defekasi yaitu refleks defekasi intrinsic dan
refleks defekasi parasimpatis.(Hidayat, Uliyah:2006)
2. Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Proses Defekasi
a.
Usia
Setiap
tahap perkembangan atau usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang
berbeda.pada bayi belum memiliki kemampuan mengotrol secara penuh dalam buang
air besar,sedangkan orang dewasa sudah memiliki kemampuan mengotrol secara
penuh,kemudian pada usia lanjut proses pengontrolan tersebut mengalami
penurunan.
b. Diet
Diet
atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi proses defekasi.makanan
yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi
dan jumlah yang di konsumsi pun dapat mempengaruhinya.
c. Asupan
Cairan
Pemasukan
cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras oleh karena
proses absorbsi yang kurang sehingga dapat mempengaruhi kesulitan proses
defekasi.
d. Aktivitas
Aktivitas
dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus
otot,abdomen,pelvis dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi,sehingga
proses gerakan peristaltik pada daerah kolon dapat bertambah baik dan
memudahkan untuk kelancaran proses defekasi.
e.
Pengobatan
Pengobatan
juga dapat mempengaruhi proses defekasi seperti penggunaan obat-obatan laksatif
atau antasida yang terlalu kering.
f. Gaya hidup
Gaya
hidup dapat mempengaruhi proses defekasi.halini dapat dilihat pada seseorang
yang memiliki gaya hidup sehat/kebiasaan melakukan buang air besar di tempat
yang bersih atau toilet.maka ketika seseorang tersebut buang air besardi tempat
yang terbuka atau tempat yang kotor maka ia akan mengalami kesulilan dalam
proses defekasi.
g.
Penyakit
Beberapa
penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi.biasanya penyakit-penyakit tersebut
berhubungan langsung dengan sistem pencernaan seperti gastroenteristis atau
penyakit infeksi lainnya.
h. Nyeri
Adanya
nyeri dapat mempengarihi kemampuan/keinginan untuk berdefekasi seperti nyeri
pada kasus hemoroid dan episiotomi.
i.
Kerusakan motorik dan sensorik
Kerusakan
pada sistem sensoris dan metoris dapat mempengaruhi proses defekasi karena
dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam berdefekasi.hal
tersebut dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang belakang ataukerusakan saraf
lainnya.
Perbandingan Feses
No
|
Keadaan
|
Normal
|
Abnormal
|
Penyebab
|
1.
|
Warna
|
Bayi : Kuning
|
Putih, hitam / tar, atau merah
|
Kurangnya kadar empedu, perdarahan
saluran cerna bagian atas, atau perdarahan saluran cerna bagian bawah.
|
|
|
Dewasa : coklat
|
Pucat berlemak
|
Malabsorpsi lemak.
|
2.
|
Bau
|
Khas fases dan dipengaruhi oleh
makanan
|
Amis dan perubahan bau
|
Darah dan ifeksi.
|
3.
|
Konsistensi
|
Lunak dan berbentuk.
|
Cair
|
Diare dan absorpsi kurang.
|
4.
|
Bentuk
|
Sesuai diameter rectum
|
Kecil, bentuknya seperti pensil.
|
Obstruksi dan peristaltik yang
cepat.
|
5.
|
Konstituen
|
Makanan yang tidak dicerna,
bakteri yang mati, lemak, pigmen empedu, mukosa usus, air.
|
Darah, pus, benda asing, mukus,
atau cacing.
|
Internal bleeding, infeksi,
tertelan benda, iritasi, atau inflamasi.
|
3. Gangguan /
Masalah Eliminasi Alvi
a. Konstipasi
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis usus besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar jadi terlalu kering dan keras.
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis usus besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar jadi terlalu kering dan keras.
b. Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mual dan muntah
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mual dan muntah
c. Inkontinensia Usus
Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini juga disebut sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter.
Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini juga disebut sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter.
d. kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas berlebihan dalam lambung atau usus
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas berlebihan dalam lambung atau usus
e. Hemorroid
Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi dan lain-lain
Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi dan lain-lain
f. Fecal Impaction
Fecal impaction merupakann massa feses karena dilipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab fecal impaction adalah asupan kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.
Fecal impaction merupakann massa feses karena dilipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab fecal impaction adalah asupan kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.
4.
Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi
Alvi (Buang Air Besar)
a.
Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan.
b.
Membantu pasien buang air besar dengan pispot.
c.
Memberikan huknah rendah.
d.
Memberikan huknah tinggi.
e.
Memberikan gliserin.
f.
Mengeluarkan feses.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar
manusia secara fisiologis kebutuhan ini memiliki proporsi besar dalam bagian
tubuh dengan hampir 90% dari total berat badan. Sementara itu, sisanya
merupakan bagian padat dari tubuh. Secara keseluruhan, persentase cairan tubuh
berbeda berdasarkan usia. Persentase cairan tubuh bayi baru lahir sekitar 75%
dari total berat badan, pria dewasa 57% dari total berat bada, wanita dewasa
55% dari total berat badan, dan dewasa tua 45% dari total berat badan. Selain
itu, persentase cairan tubuh yang bervariasi juga bergantung pada lemak dalm
tubuh dan jenis kelamin. Jika lemak dalam tubuh sedikit, maka cairan tubuh pun
lebih besar. Wanita dewasa mempunyai cairan tubuh lebih sedikit disbanding pada
pria, karena jumlah lemak dalm tubuh wanita dewasa lebih banyak dibandingkan
dengan lemak dalm tubuh pria dewasa. Cairan elektrolit adalah cairan saline
atau cairan yang memiliiki sifat bertegangan tetap. Cairan saline sendiri dari
cairan isotonic, hipotonik, dan hipertonik.
Kebutuhan
eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi
(kebutuhan buang air besar). Organ yang berperan dalam eliminasi urine adalah:
ginjal, kandung kemih dan uretra. Dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi urine
terjadi proses berkemih. Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria
(kandung kemih). Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine adalah diet,
asupan, respon keinginan awal untuk berkemih kebiasaan seseorang dan stress
psikologi. Gangguan kebutuhan eliminasi urine adalah retensi urine,
inkontinensia urine dan enuresis. Dan tindakan untuk mengatasi masalah tersebut
adalah pengumpulan urine untuk bahan pemeriksaan, buang air kecil dengan
urineal dan melakukan katerisasi.
Sedangkan system tubuh yang berperan dalam proses eliminasi alvi atau buang air besar adalah system gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar. Dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi alvi terjadi proses defekasi. Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi antara lain: usia, diet, asupan cairan, aktifitas, gaya hidup dan penyakit.
Sedangkan system tubuh yang berperan dalam proses eliminasi alvi atau buang air besar adalah system gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar. Dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi alvi terjadi proses defekasi. Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi antara lain: usia, diet, asupan cairan, aktifitas, gaya hidup dan penyakit.
B. Saran
Kita
harus ebih memperhatikan kebutuhan cairan dan elektrolit dan memperhatikan
kebutuhan eliminasi urine dan alvi dalam kehidupan kita sehari-hari. Menjaga
kebersihan daerah tempat keduanya urine dan alvi.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati,
Eny Retna dan Tri Sunarsih. (2011). KDPK
KEBIDANAN Teori dan Aplikasi (cetakan ketiga). Yogjakarta: Nuha Medika.
Uliyah,
Musrifatul dan A.Aziz Almul Hidayat. (2008). Keterampilan Dasar Praktik Klinik Untuk Kebidanan (edisi kedua).
Jakarta: Salemba Medika.
Barbara Kozier, Fundamental Of
Nursing Concept, Process and Practice, Fifth Edition, Addison Wsley Nursing,
California, 1995
No comments:
Post a Comment