Tulisan ini
sebenarnya review dari makalah Sejarah Ipteks saya (sebagai mahasiswa Pend.
Sejarah/FIS UM) yang awalnya berjudul:
"SEJARAH TEKNOLOGI PENERBANGAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PERKEMBANGAN PENERBANGAN DI INDONESIA".
So, murni hasil keringat pribadi dan bukan copy paste! meski dulu bikinnya
nyolong2 dikit dari Google...hehe.....
Kembali ke teknologi penerbangan... Ketika kita berbicara mengenai ilmu
pengetahuan dan teknologi (Iptek), tentu semua sepakat jika teknologi
penerbangan dikatakan sebagai salah satu penemuan penting dalam sejarah umat
manusia. Ya ga'?
Sampai saat ini, teknologi penerbangan terus berkembang, baik yang ditujukan
untuk kepentingan komersil, militer, maupun politik dan sains. Sehingga tidak
salah jika kita kemudian menempatkan teknologi penerbangan sebagai salah satu
teknologi yang patut diperhatikan perkembangannya.
Terbukti, pesawat terbang yang notabene buah teknologi penerbangan, telah
menjadi sarana transportasi yang sangat penting sampai saat ini. Pesawat
terbang masih dianggap sebagai sarana transportasi yang paling tepat dan cepat
untuk bepergian dari suatu tempat ke tempat lain yang relatif jauh, apalagi
jika tidak memungkinkan untuk menggunakan jalur darat, terpisah oleh laut atau
pegunungan. (kayak negeri kita Indonesia ini misalnya).
Bayangkan, tanpa pesawat, butuh waktu berhari-hari dan bahkan berbulan-bulan
untuk melakukan perjalanan yang relatif jauh dari pulau ke pulau. Apalagi yang
misal istrinya di Aceh taoi kerjaannya di Papua...waduuh... Jika untuk
bepergian jauh kita harus bergantung pada moda transportasi darat dan laut
saja, yang tentu akan menyita waktu dan tenaga. Dengan ditemukannya pesawat
terbang, efisiensi dan efektivitas waktu dapat dicapai, tanpa harus memakan
waktu yang selama itu.
Mengingat begitu besarnya sumbangsih Pesawat Terbang sebagai teknologi
penerbangan, dan memiliki nilai penting bagi sejarah perkembangan umat manusia.
Maka sangat disayangkan jika kita sebagai generasi muda tidak tahu (alias buta)
dan tidak memahami bagaimana penerbangan itu berkembang, bagaimana sejarahnya,
dan bagaimana implikasinya terhadap perkembangan suatu bangsa, dalam hal ini
Bangsa Indonesia.
Hal itulah yang lantas melatarbelakangi penulis untuk mengangkat tema tersebut
dalam makalah (dan bertelur lagi ke blog ini). Melalui tulisan ini penulis
bermaksud mengajak semua pihak untuk kembali menengok sejarah penerbangan yang
ada di dunia ini, dan bagaimana keadaannya sekarang serta implikasinya terhadap
dunia penerbangan di tanah air.
Perjalanan Industri penerbangan di tanah air pun tidak bisa dikatakan buruk,
terutama bila kita telah mempelajari sejarah kedirgantaraan yang sempat
mengalami keemasan pada masanya, dan Indonesia memiliki putra bangsa yang
memiliki sumbangsih besar dalam dunia penerbangan tanah air, yaa, B.J. Habibie.
(yang akhir2 ini (2013) kembali populer berkat film drama sejarah tentang
beliau).
GAGASAN MANUSIA UNTUK BISA TERBANG
Manusia merupakan makhluk yang memiliki akal budi sehingga selalu berfikir
untuk kemajuannya. Mereka agaknya tidak mau secara pasif menerima keadaan.
Bahkan, ketika mereka melihat anatomi dirinya yang tidak memungkinkan untuk
terbang, manusia masih juga melakukan percobaan untuk terbang seperti burung
yang dilihatnya.
Terdorong oleh keinginan yang sangat besar untuk bisa terbang itulah, maka
Ikarus, menurut hikayat Yunani, terbanting ke laut sekitar 4000 tahun yang
lalu. Pada saat itu ia berhasil terbang menggunakan sayap tiruan yang
direkatkan dengan lilin, namun lumer karena terik matahari sehingga ia terjatuh
ke laut.
Banyak manusia
zaman dahulu yang bercita-cita untuk bisa terbang, tetapi gagal. Mereka mencoba
terbang dengan membuat sayap tiruan, kemudian meluncur dari atas tebing atau
menara. Pada umumnya mereka jatuh lurus ke bawah seperti batu, dengan
konsekuensi luka-luka, atau bahkan kematian.
Alasan utama dibalik kegagalan mereka pada umumnya adalah karena tidak memahami
cara burung terbang. Mereka menganggap, burung bisa terbang dengan cara
mengepakkan sayap ke bawah dan belakang, sedangkan kemampuan meninggalkan bumi
disebabkan tubuhnya yang ringan. Gagasan ini didasarkan pada teori Aristoteles,
yang terus dipakai sampai abad ke-19.
GAGASAN KONSTRUKSI MESIN TERBANG
Sementara itu, gagasan mengenai kontruksi mesin terbang sudah dikemukakan sejak
abad ke-13, oleh seorang biarawan Inggris, Roger Bacon, yang mengutarakan
kemungkinan membuat “mesin untuk terbang” dengan sayap tiruan yang “bergerak
memukul udara”. Pada abad ke-15, Leonardo da Vinci, seniman yang juga ilmuan
berkebangsaan Italia merancang kontruksi sejumlah mesin terbang. Ia juga
merancang kontruksi mesin-mesin layang. Meskipun pada waktu itu mesin terbang
hanyalah masih sebatas teori atau gagasan, namun setidaknya hal ini menjadi
gambaran bahwa pada waktu manusia sudah mulai menggusahakan untuk bisa terbang
seperti halnya burung.
BALON UDARA PANAS DAN BALON GAS
Pada tahun 1709 Bartolomeu de Gusmao, seorang rohaniawan berkebangsaan Brazil,
memperagakan balon udara panas yang pertama, yang diterbangkan di Portugal.
Balon kecilnya tersebut terbuat dari kertas tebal, sedangkan udara panas
berasal dari nyala api dalam mangkuk tembikar.
Penemuan Bartolomeu de Gusmao tersebut kemudian disempurnakan oleh Joseph
Michel dan Jacques Elienne Montgolfier, yang kemudian memperagakan balon
pertama mereka di Prancis, tanggal 25 April 1783. Montgolfier bersaudara
mendasarkan percobaannya pada teori bahwa benda akan terapung apabila berat
jenisnya lebih kecil daripada berat jenis zat cair. Untuk bisa naik ke udara,
harus dibuat benda yang volumenya besar dan beratnya sangat kecil agar berat
jenisnya lebih kecil dari udara.
Penerbangan pertama dengan balon berawak yang tidak ditambatkan dilakukan pada
tanggal 21 November 1783. Kemudian beberapa tahun kemudian kehadiran balon
udara panas digantikan perannya oleh balon gas. Sedangkan balon udara panas
berkembang menjadi lebih modern yaitu dengan membawa serta apinya sendiri dalam
wujud nyala yang dikobarkan dari tabung gas. Dengan demikian, jarak yang
ditempuh lebih jauh daripada sebelumnya.
Pada tahun 1783, juga diciptakan balon gas hidrogen atau gas lampu oleh
profesor Jacques Charles. Setelah tahun 1852 balon gass mulai dilengkapi dengan
mesin dan baling-baling. Dengan demikian muncullah kapal-kapal udara pertama
yang digerakkan oleh tenaga uap atau listrik. Munculnya mesin dengan bahan
bakar besin pada tahun 1888 menyebabkan terjadi perkembangan pesat di bidang
konstruksi kapal udara dari akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20, termasuk
Zeppelin, yang berbahan bakar hidrogen yang diisikan dalam kantong-kantong
alumunium yang kaku.
PESAWAT TERBANG MASA PERINTIS
Orang yang paling dahulu mengetahui cara mengapung di udara tanpa sayap yang
mengibas adalah Sir George Cayley, seorang sarjana Inggris. Pada tahun 1804 ia
membangun sebuah model peluncur dan berhasil menerbangkannya. Itulah
pesawat terbang pertama dengan sayap tetap. Pada tahun 1849 Cayley
membangun peluncur sayap tiga yang berhasil terbang beberapa meter jauhnya
dengan membawa seorang anak. Pemikiran Sir George Cayley ini diilhami oleh cara
burung camar laut terbang. Burung camar laut melayang di udara tanpa menggepakkan
sayapnya. Ia cukup membelokkan ekornya dan memanfaatkan angin yang mengalir.
Dari sinilah Cayley berfikir bagaimana caranya agar bisa membuat mesin yang
mampu mengangkat orang dengan cara yang sama dengan burung camar laut. Buah
pikiran Cayley ini yang kemudian menjadi dasar pembuatan konstruksi pesawat
terbang modern di kemudian hari.
Gambar 3: Pesawat buatan Cayley, Pesawat Terbang Pertama
dengan Sayap Tetap
Orang yang pertama kali memungut ide Cayley adalah Otto Lilienthal, warga
negara Jerman. Ia membuat Glider yang pertama. Glider tersebut dibuat dari
rangka kayu yang disaput dengan kain.Antara tahun 1891 dan 1896 dia sudah
membuat sekitar 18 glider yang semuanya bersayap lengkung seperti sayap burung.
Meskipun demikian, ia tidak sepenuhnya berhasil menguasai gerak
pesawat-pesawatnya. Pada akhir tahun 1896 ia ambruk saat mencoba terbang dan
meninggal dunia.
Sementara itu, pesawat bermesin pertama yang bisa tinggal landas adalah Eole.
Pesawat yang mirip kelelawar ciptaan Clement Ader tersebut digerakkan dengan
mesin uap. Pada tahun 1890 pesawat itu
berhasil membubung sejauh 50 meter. Tetapi, sayangnya tidak dapat mengudara
dalam waktu yang lama.
Para perancang itu agaknya tidak mengenal istilah putus asa. Mereka terus
memutar otak untuk menghasilkan pesawat yang lebih “modern” dibanding pesawat
sebelumnya. Konstruksi pesawat layang yang kokoh pertama kali diperkenalkan
oleh Octave Chanute. Yang membangun sebuah pesawat layang gantung bersayap dua,
dengan sayap berpenompang kokoh. Rancangan Chanute inilah yang kemudian
berpengaruh secara khusus terhadap Wilbur dan Orville Wright. Dan kemudian
mereka bertekad akan merancang pesawat udara secara sistematik di Amerika.
KERANGKA
PENERBANGAN MODERN WRIGHT BERSAUDARA
Burung besi bernama pesawat terbang memang bukan barang aneh lagi di zaman
modern ini. Ternyata, perjalanan sejarah pesawat terbang modern dari pertaman
kali dibuat hingga tercipta pesawat terbang masa kini dengan segala
kecanggihannya telah cukup panjang.
Sejarah itu dimulai ketika seabad silam Orville Wright dan Wilbur Wright
berhasil menerbangkan sebuah pesawat kecil di North Carolina, Amerika Serikat.
Namun, penerbangan itu Cuma berlangsung selama 12 menit. Walau hanya sebentar
ini merupakan penerbangan pertama dengan pesawat terbang bermotor. Selain itu,
penerbangan perdana ini juga merupakan moment penting yang membuka jalan menuju
era penerbangan modern. Walau bentuknya masih sangat sederhana, pesawat ini
merupakan buah pemikiran mendalam dengan serangkaian uji coba yang dilakukan selama
tiga tahun.
Pesawat dengan empat sayap ini juga merupakan buah dari kecintaan Orville dan
saudaranya Wilbur Wright pada segala hal yang terbang di udara. Salah satu
benda ’terbang’ yang merka sukai adalah layang-layang. Tak heran, saat masih
anak-anak Wright bersaudara banyak menghabiskan waktunya dengan bermain
layang-layang. Ketika beranjak remaja, mereka mulai gemar mengamati burung.
Mereka melihat, burung menjaga keseimbangan dengan cara memutar-mutarkan ujung
sayapnya. Karena itu, Orville dan Wilbur sengaja mendesain sayap pesawat mereka
agak bengkok. Dengan cara ini, pesawat mereka bisa belok.
Pada tahun 1899, mereka membuat sebuah peluncur dengan kemudi tinggi di depan,
untuk mengendalikan gerak lambung serta sayap ekor yang kaku. Sistem pilinan
sayap yang memungkinkan membelok, merupakan keistimewaan terpenting pesawat
itu.
Wright bersaudara membangun Wright Flyer I dengan sebuah mesin empat silinder
yang mereka rancang sendiri. Pada tahun 1902, desain pesawat mereka makin
sempurna. Percobaan demi percobaan pun dilakukan. Akhirnya, pada pagi hari 17
Desember 1903, pesawat mereka yang dilengkapi motor sederhana dapat mengudara.
Orville Wright berhasil terbang dengan pesawat itu sejauh 36,5 meter setelah
mengalami kegagalan dalam percobaan 3 hari sebelumnya. Pada penerbangan
terakhir, Wilbur berhasil menempuh jarak terbang sejauh 260 meter. Mereka
kemudian membangun 3 pesawat terbang lagi dan tahun 1905 berhasil terbang
sejauh 39 kilometer. Pada tahun 1908
Wilbur membawa sebuah pesawat Wright Flyer IV ke Eropa untuk
diperagakan.
Penerbangan bermesin yang dilakukan di Eropa
ternyata masih didominasi oleh kehebatan Wright bersaudara. Pada tahun 1908
Wilbur menimbulkan kekaguman dengan prestasinya terbang dengan Wright Flyer IV
selama dua jam. Prestasi-prestasi yang diukir oleh Wright bersaudara membuat
orang-orang Eropa sadar akan pentingnya pengendalian pesawat.
Wright bersaudara mampu membuktikan ke masyarakat umum bahwa mereka mampu
menerbangkan pesawat buatan mereka. Wilbur Wright menerbangkan pesawatnya ke
Perancis, dan membuat demonstrasi akrobatik di udara. Dia juga membuat
perusahaan untuk memasarkan hasil ciptaannya. Sejak keberhasilan Wright
bersaudara menerbangkan pesawat bermotornya, teknologi penerbangan maju dengan
cepat.
PERKEMBANGAN
PENERBANGAN PASCA WRIGHT BERSAUDARA
Perkembang pesawat terbang dari masa ke masa memang sangat menarik untuk
dikaji. Pesawat terbang rancangan Louis Bleriot asal Prancis misalnya, Louis
melengkapi pesawatnya dengan beberapa keistimewaan. Misalnya saja, ia
melengkapi pesawatnya dengan tempat duduk pilot yang nyaman, tongkat pengatur
terbang, dan pedal-pedal. Ada pula alat pengatur naik, turun, dan belok.
Pesawat Bleriot inilah yang kemudian menjadi standar model pesawat terbang yang
dibuat atau diproduksi kemudian hari.
Dalam kurun waktu 1909 sampai 1914, pesawat terbang umumya hanya dipakai untuk
tujuan olahraga atau pertandingan. Salah satu pertandingan yang
terkenal pada masa itu adalah Gordon
Bennet Aviation Cup (1909) dan Schneider
Trophy (1913). Pada tahun 1912 seorang perancang Inggris bernama Alliot Roe
membangun pesawat AVRO F, pesawat pertama dengan cockpit tertutup. Di Rusia,
Igor Sikorsky membangun pesawat terbang pertama bermesin empat.
Selain untuk kepentingan olahraga, salah satu fungsi pesawat pada masa itu
adalah untuk keperluan militer. Morane
Saulner L, yang diproduksi oleh Prancis, adalah pesawat pertama yang
dilengkapi dengan senapan Mesin. Pesawat itu dibuat pada tahun 1915. Pada tahun
itu juga Jerman memakai Fokker III bersayap satu, yang dibuat oleh Anthony
Fokker, dengan senapan mesin terarah ke depan.
Menjelang akhir Perang Dunia I, negara-negara besar di Eropa hampir seluruhnya
memiliki pesawat dengan fungsi militer. Salah satu pesawat yang terkenal pada
masa itu adalah Sopwith Camel (Prancis), Fokker D VII dan Fokker Dr.I.
(Jerman). Sedangkan untuk melakukan pemboman, Jerman pada masa itu masih
mengandalkan Zeppelin sampai tahun 1917. Zeppelin yang terkenal yang digunakan
untuk keperluan militer khususnya dalam hal pemboman adalah Zeppelin (Staaken)
R VI.
Pada awal peperangan, kebanyakan pesawat terbang memiliki kecepatan sampai 100
km per jam. Pada akhir Perang Dunia I sebuah pesawat pemburu dapat terbang dua
kali lebih cepat, yaitu 200 kilometer per jam. Perkembangan besar dalam dunia
penerbangan berikutnya adalah saat di produksi Junkers J 1. Yaitu
pesawat terbang pertama yang seluruhnya terbuat dari logam, yang dibangun pada
tahun 1915.
Pada tahun 1919 John Alcock dan Arthur Whitten Brown melakukan penerbangan
nonstop yang bersejarah, melintasi Atlantik dengan pesawat Vicker Vimy. Pada
saat itu mesin pesawat sudah semakin bertenaga dan sudah dimungkinkan untuk
membangun pesawat terbang berpenumpang. Usai perang Dunia I, saat dunia kembali
stabil, dibuka dinas-dinas penerbangan penumpang di Jerman, Prancis, dan
Inggris. Dinas penerbangan pertama diadakan oleh sebuah perusahaan Inggris,
yakni Aircraft Transport and Travel,
dengan menggunakan pesawat-pesawat bekas pembom yang sebelumnya digunakan dalam
perang, antara lain yang berjenis De Havillan D.H.4A. Hal inilah yang menandai
era penggunaan
pesawat terbang dalam hal komersil.
Sementara itu, setelah perang dunia I berakhir dan berdasarkan isi perjanjian
Versailles, maka Jerman tidak diperbolehkan membangun pesawat terbang berukuran
besar. Oleh karena itu, mereka mengalihkan perhatian kepada pesawat terbang
kecil dengan prestasi tinggi.
Jerman membangun Junkers F 13, pesawat terbang air yang sangat bermutu dengan
kapasitas empat penumpang. Yang kemudian dipergunakan oleh sekitar 30
perusahaan penerbangan di seluruh dunia. Menjelang awal dasawarsa 30an, pesawat
terbang sudah menjelajahi berbagai penjuru dunia dengan mengangkut penumpang.
Diantaranya, pesawat berpenumpangyang terkenal pada sekitar tahun 1935 antara
lain adalah Short s.8 Calcutta dari Imperial Airways, serta Martin M-130 China Clipper dan Sikorski S-42 milik perusahaan Pan American. Disamping sukses, pesawat
terbang komersial yang besar-besar, tercatat pula perkembangan pesawat
berukuran kecil, termasuk pesawat tempur, latih, angkutan sipil, pesawat
terbang balap, dan pesawat milik pribadi.
Menjelang awal Perang Dunia II, tahun 1939 Angkatan Udara Jerman memiliki 1200
pesawat tempur, termasuk pesawat Messer
Schmith Bf 109 (Me 109), yang kemampuannya mengalahkan semua pesawat tempur
lain pada masa itu.
Loncatan maju paling besar terjadi dengan terciptanya mesin Jet turbin
gas, yang dikembangkan oleh Sir
Frank Whittle antar tahun 1928
dan 1939. Sekarang ini hampir semua pesawat terbang memakai
mesin jet sebagai sarana penggerak. Sementara pesawat penumpang jet yang paling
sukses selama tahun-tahun belakangan ini adalah pesawat-pesawat Boeing. Dimulai
dengan seri Boeing 707 dari tahun 1958 dan berlanjut sampai pesawat raksasa
bertubuh lebar Boeing 747 Jumbo dari tahun 1973.
TEKNOLOGI
PENERBANGAN DALAM KEDIRGANTARAAAN INDONESIA
Bung Karno dalam pidato di Hari Penerbangan Nasional 9 April 1962 mengatakan :
"…, tanah air kita adalah tanah air kepulauan, tanah
air yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang dipisahkan satu dari yang lain
oleh samudra-samudra dan lautan-lautan. … tanah air kita ini adalah ditakdirkan
oleh Allah SWT terletak antara dua benua dan dua samudra. Maka bangsa yang
hidup di atas tanah air yang demikian itu hanyalah bisa menjadi satu bangsa
yang kuat jikalau ia jaya bukan saja di lapangan komunikasi darat, tetapi juga
di lapangan komunikasi laut dan di dalam abad 20 ini dan seterusnya di lapangan
komunikasi udara.".
Mencermati pernyataan Bung Karno, maka tidak
berlebihan bahwa pendirian industri pesawat terbang telah diupayakan oleh
bangsa ini, karena bangsa ini melihat bahwa pesawat terbang merupakan salah
satu sarana perhubungan yang penting artinya bagi pembangunan ekonomi dan
pertahanan nasional, khususnya, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan
kondisi geografis yang sulit ditembus tanpa bantuan sarana perhubungan yang
memadai. Dari antara lain kondisi tersebut di atas, muncul pemikiran bahwa
Indonesia sebagai negara kepulauan selayaknya memiliki industri bahari dan
industri pesawat terbang/dirgantara. Maka dirintislah kelahiran suatu industri
pesawat terbang di Indonesia.
Penerbangan Pra Kemerdekaan
Jaman Pemerintah kolonial Belanda tidak mempunyai program perancangan pesawat
udara, namun telah melakukan serangkaian aktivitas yang berkaitan dengan
pembuatan lisensi, serta evaluasi teknis dan keselamatan untuk pesawat yang
dioperasikan di kawasan tropis, Indonesia. Pada tahun 1914, didirikan Bagian
Uji Terbang di Surabaya dengan tugas meneliti prestasi terbang pesawat udara untuk
daerah tropis. Pada tahun 1930 di Sukamiskin dibangun Bagian Pembuatan Pesawat
Udara yang memproduksi pesawat-pesawat buatan Canada AVRO-AL, dengan modifikasi
badan dibuat dari tripleks lokal. Pabrik ini kemudian dipindahkan ke Lapangan
Udara Andir (kini Lanud Husein Sastranegara).
Pada periode itu di bengkel milik pribadi minat membuat pesawat terbang
berkembang. Pada tahun 1937, delapan tahun sebelum kemerdekaan atas permintaan
seorang pengusaha, serta hasil rancangan LW. Walraven dan MV. Patist putera-putera
Indonesia yang dipelopori Tossin membuat pesawat terbang di salah satu bengkel
di Jl. Pasirkaliki Bandung dengan nama PK.KKH.
Pesawat ini sempat menggegerkan dunia penerbangan waktu itu karena kemampuannya
terbang ke Belanda dan daratan Cina pergi pulang yang diterbang pilot
berkebangsaan Perancis, A. Duval. Bahkan sebelum itu, sekitar tahun 1922,
manusia Indonesia sudah terlibat memodifikasi sebuah pesawat yang dilakukan di
sebuah rumah di daerah Cikapundung sekarang.
Penerbangan Pasca Kemerdekaan
Segera setelah kemerdekaan, 1945, makin terbuka kesempatan bagi bangsa
Indonesia untuk mewujudkan impiannya membuat pesawat terbang sesuai dengan
rencana dan keinginan sendiri. Kesadaran bahwa Indonesia sebagai negara
kepulauan yang luas akan selalu memerlukan perhubungan udara secara mutlak
sudah mulai tumbuh sejak waktu itu, baik untuk kelancaran pemerintahan,
pembangunan ekonomi dan pertahanan keamanan.
Pada masa perang kemerdekaan kegiatan kedirgantaraan yang utama adalah sebagai
bagian untuk memenangkan perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan,
dalam bentuk memodifikasi pesawat yang ada untuk misi-misi tempur. Tokoh pada
massa ini adalah Agustinus Adisutjipto, yang merancang dan menguji terbangkan
dan menerbangkan dalam pertempuran yang sesungguhnya. Pesawat Cureng/Nishikoren
peninggalan Jepang yang dimodifikasi menjadi versi serang darat. Penerbangan
pertamanya di atas kota kecil Tasikmalaya pada Oktober 1945.
Pada tahun 1946, di Yogyakarta dibentuk Biro Rencana dan Konstruksi pada TRI-Udara.
Dengan dipelopori Wiweko Soepono, Nurtanio Pringgoadisurjo, dan J. Sumarsono
dibuka sebuah bengkel di bekas gudang kapuk di Magetan dekat Madiun. Dari
bahan-bahan sederhana dibuat beberapa pesawat layang jenis Zogling, NWG-1
(Nurtanio Wiweko Glider). Pembuatan pesawat ini tidak terlepas dari
tangan-tangan Tossin, Akhmad, dkk. Pesawat-pesawat yang dibuat enam buah ini
dimanfaatkan untuk mengembangkan minat dirgantara serta dipergunakan untuk
memperkenalkan dunia penerbangan kepada calon penerbang yang saat itu akan
diberangkatkan ke India guna mengikuti pendidikan dan latihan.
Selain itu juga pada tahun 1948 berhasil dibuat pesawat terbang bermotor dengan
mempergunakan mesin motor Harley Davidson diberi tanda WEL-X hasil rancangan
Wiweko Soepono dan kemudian dikenal dengan register RI-X. Era ini ditandai
dengan munculnya berbagai club aeromodeling, yang menghasilkan perintis
teknologi dirgantara, yaitu Nurtanio Pringgoadisurjo.
Kemudian kegiatan ini terhenti karena pecahnya pemberontakan Madiun dan agresi
Belanda. Setelah Belanda meninggalkan Indonesia usaha di atas dilanjutkan
kembali di Bandung di lapangan terbang Andir - kemudian dinamakan Husein
Sastranegara. Tahun 1953 kegiatan ini diberi wadah dengan nama Seksi Percobaan.
Beranggotakan 15 personil, Seksi Percobaan langsung di bawah pengawasan Komando
Depot Perawatan Teknik Udara, Mayor Udara Nurtanio Pringgoadisurjo.
Berdasarkan rancangannya pada 1 Agustus 1954 berhasil diterbangkan prototip
"Si Kumbang", sebuah pesawat serba logam bertempat duduk tunggal yang
dibuat sesuai dengan kondisi negara pada waktu itu. Pesawat ini dibuat tiga
buah. Pada 24 April 1957, Seksi Percobaan ditingkatkan menjadi Sub Depot
Penyelidikan, Percobaan & Pembuatan berdasar Surat Keputusan Kepala Staf
Angkatan Udara No. 68. Setahun kemudian, 1958 berhasil diterbangkan prototip
pesawat latih dasar "Belalang 89" yang ketika diproduksi menjadi
Belalang 90.
Pesawat yang diproduksi sebanyak lima unit ini dipergunakan untuk mendidik
calon penerbang di Akademi Angkatan Udara dan Pusat Penerbangan Angkatan Darat.
Di tahun yang sama berhasil diterbangkan pesawat oleh raga "Kunang
25". Filosofinya untuk menanamkan semangat kedirgantaraan sehingga
diharapkan dapat mendorong generasi baru yang berminat terhadap pembuatan
pesawat terbang.
Usaha Pendirian Industri Pesawat Terbang
Sesuai dengan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dan untuk memungkinkan
berkembang lebih pesat, dengan Keputusan Menteri/Kepala Staf Angkatan Udara No.
488, 1 Agustus 1960 dibentuk Lembaga Persiapan Industri Penerbangan/LAPIP.
Lembaga yang diresmikan pada 16 Desember 1961 ini bertugas menyiapkan
pembangunan industri penerbangan yang mampu memberikan dukungan bagi
penerbangan di Indonesia.
Mendukung tugas tersebut, pada tahun 1961 LAPIP mewakili pemerintah Indonesia
dan CEKOP mewakili pemerintah Polandia mengadakan kontrak kerjasama untuk
membangun pabrik pesawat terbang di Indonesia. Kontrak meliputi pembangunan
pabrik , pelatihan karyawan serta produksi di bawah lisensi pesawat PZL-104
Wilga, lebih dikenal Gelatik. Pesawat yang diproduksi 44 unit ini kemudian
digunakan untuk dukungan pertanian, angkut ringan dan aero club.
Dalam kurun waktu yang hampir bersamaan, tahun 1965 melalui SK Presiden RI -
Presiden Soekarno, didirikan Komando Pelaksana Proyek Industri Pesawat Terbang
(KOPELAPIP) - yang intinya LAPIP - ; serta PN. Industri Pesawat Terbang
Berdikari. Pada bulan Maret 1966, Nurtanio gugur ketika menjalankan pengujian
terbang, sehingga untuk menghormati jasa beliau maka LAPIP menjadi
LIPNUR/Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio. Dalam perkembangan selanjutnya
LIPNUR memproduksi pesawat terbang latih dasar LT-200, serta membangun bengkel
after-sales-service, maintenance, repair & overhaul.
Pada tahun 1962, berdasar SK Presiden RI - Presiden Soekarno, didirikan jurusan
Teknik Penerbangan ITB sebagai bagian dari Bagian Mesin. Pelopor pendidikan
tinggi Teknik Penerbangan adalah Oetarjo Diran dan Liem Keng Kie. Kedua tokoh
ini adalah bagian dari program pengiriman siswa ke luar negeri (Eropa dan
Amerika) oleh Pemerintah RI yang berlangsung sejak tahun 1951. Usaha-usaha
mendirikan industri pesawat terbang memang sudah disiapkan sejak 1951, ketika
sekelompok mahasiswa Indonesia dikirim ke Belanda untuk belajar konstruksi
pesawat terbang dan kedirgantaraan di TH Delft atas perintah khusus Presiden RI
pertama. Pengiriman ini berlangsung hingga tahun 1954. Dilanjutkan tahun 1954 -
1958 dikirim pula kelompok mahasiswa ke Jerman, dan antara tahun 1958 - 1962 ke
Cekoslowakia dan Rusia.
Perjalanan ini bertaut dengan didirikannya Lembaga Persiapan Industri Pesawat Terbang
(LAPIP) pada 1960, pendirian bIdang Studi Teknik Penerbangan di ITB pada 1962,
dibentuknya DEPANRI (Dewan Penerbangan dan Antariksa Republik Indonesia) pada
1963. Kemudian ditindaklanjuti dengan diadakannya proyek KOPELAPIP (Komando
Pelaksana Persiapan Industri Pesawat Tebang) pada Maret 1965. Bekerjasama
dengan Fokker, KOPELAPIP tak lain merupakan proyek pesawat terbang komersial.
Sementara itu upaya-upaya lain untuk merintis industri pesawat terbang telah
dilakukan pula oleh putera Indonesia - B.J. Habibie - di luar negeri sejak
tahun 1960an sampai 1970an. Sebelum ia dipanggil pulang ke Indonesia untuk
mendapat tugas yang lebih luas. Di tahun 1961, atas gagasan BJ. Habibie
diselenggarakan Seminar Pembangunan I se Eropa di Praha, salah satu adalah dibentuk
kelompok Penerbangan yang di ketuai BJ. Habibie.
Ada lima faktor menonjol yang menjadikan IPTN berdiri, yaitu : ada orang-orang
yang sejak lama bercita-cita membuat pesawat terbang dan mendirikan industri
pesawat terbang di Indonesia; ada orang-orang Indonesia yang menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi membuat dan membangun industri pesawat terbang;
adanya orang yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdedikasi
tinggi menggunakan kepandaian dan ketrampilannya bagi pembangunan industri
pesawat terbang; adanya orang yang mengetahui cara memasarkan produk pesawat
terbang secara nasional maupun internasional; serta adanya kemauan pemerintah.
Perpaduan yang serasi faktor-faktor di atas menjadikan IPTN berdiri menjadi
suatu industri pesawat terbang dengan fasilitas yang memadai.
Ketika upaya pendirian mulai menampakkan bentuknya - dengan nama Industri
Pesawat Terbang Indonesia/IPIN di Pondok Cabe, Jakarta - timbul permasalahan
dan krisis di tubuh Pertamina yang berakibat pula pada keberadaan Divisi ATTP,
proyek serta programnya - industri pesawat terbang. Akan tetapi karena Divisi
ATTP dan proyeknya merupakan wahana guna pembangunan dan mempersiapkan tinggal
landas bagi bangsa Indonesia pada Pelita VI, Presiden menetapkan untuk meneruskan
pembangunan industri pesawat terbang dengan segala konsekuensinya.
Maka berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 12, tanggal 15 April 1975
dipersiapkan pendirian industri pesawat terbang. Melalui peraturan ini,
dihimpun segala aset, fasilitas dan potensi negara yang ada yaitu : - aset Pertamina, Divisi ATTP yang
semula disediakan untuk pembangunan industri pesawat terbang dengan aset Lembaga Industri Penerbangan
Nurtanio/LIPNUR, AURI - sebagai modal dasar pendirian industri pesawat
terbang Indonesia. Penggabungan aset LIPNUR ini tidak lepas dari peran Bpk.
Ashadi Tjahjadi selaku pimpinan AURI yang mengenal BJ. Habibie sejak tahun
1960an.
Tanggal 28 April 1976 berdasar Akte Notaris No. 15, di Jakarta didirikan PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio
dengan Dr, BJ. Habibie selaku Direktur Utama. Selesai pembangunan fisik yang
diperlukan untuk berjalannya program yang telah dipersiapkan, pada 23 Agustus
1976 Presiden Soeharto meresmikan industri pesawat terbang ini. Dalam
perjalanannya kemudian, pada 11 Oktober 1985, PT. Industri Pesawat Terbang
Nurtanio berubah menjadi PT. Industri
Pesawat Terbang Nusantara atau IPTN.
(Subekti. 1997:46)
Dari tahun 1976 cakrawala baru tumbuhnya industri pesawat terbang modern dan
lengkap di Indonesia di mulai. Di periode inilah semua aspek prasarana, sarana,
SDM, hukum dan regulasi serta aspek lainnya yang berkaitan dan mendukung
keberadaan industri pesawat terbang berusaha ditata. Selain itu melalui
industri ini dikembangkan suatu konsep alih/transformasi teknologi dan industri
progresif yang ternyata memberikan hasil optimal dalam penguasaan teknologi
kedirgantaraan dalam waktu relatif singkat, 24 tahun.
Weell, cerita seputar IPTN, sampai dengan menjadi PT. DI saat ini, dan soal
mengapa industri penerbangan kita jalan ditempat atau bahkan sempat berakhir...
mengenai campur tangan ASING sehingga industri penerbangan kita MATI SURI
sampai memasuki masa reformasi ini (2013)... akan saya jelaskan pada posting
selanjutnya.....
Bye... Bye.....
DAFTAR PUSTAKA
Sapari, Achmad. 1997. Pesawat Terbang: Dari Masa Ke Masa. Yogyakarta:
PT. Edumedia
Usman, Choirul. 1992. Sejarah Pesawat Terbang. Jakarta: PT. Kapolaga
Mas.
Taylor, Ron, dkk. 1983. Alam Pesawat. Jakarta: PT Gramedia.
Subekti. 1997. IPTN : Jawaban Bagi Kebutuhan Penerbangan Komersial Masa
Depan. Jakarta: Citra Mandala.
Sulaksono, Eko. 1998. Etalase Unjuk Kerja dan Prestasi Kedirgantaraan.
Yogyakarta: PT. Edumedia.
Hakim, Chappy. 2010. Pelangi Dirgantara. Jakarta: PT. Kompas Media
Nusantara.
Aji, Darma. 2007. Perang Udara di Eropa. Jakarta: PT. Kompas Media
Nusantara.
Soewito, Irna H.N Hadi. 2008. Awal Kedirgantaraan di Indonesia – Perjuangan
AURI 1945-1950. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Hart, Michael H. 1982. Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah
(Terjemahan Mahbub Djunaidi). Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.
M.A, Badliatus. 2009. 105 Tokoh Penemu dan Perintis Dunia. Yogyakarta:
Penerbit Narasi.