BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dibukanya suatu perekonomian
terhadap hubungan luar negeri mempunyai konsekuensi yang luas terhadap
perekonomian dalam negeri. Konsekuensi ini mencakup aspek ekonomis maupun
nonekonomis, dan bisa bersifat positif maupun negatif bagi Negara yang
bersangkutan. Semua ini perlu kita kaji sebelum kita bisa mengatakan apakah
perdagangan luar negeri bermanfaat atau tidak bagi suatu Negara.
Di muka kita telah menyebutkan dua konsekuensi penting dari perdagangan, yaitu:
a) adanya manfaat dari perdagangan (gains from trade) seperti yang dicerminkan oleh pergeseran keluar dari garis CPF.
b) Adanya kecenderungan ke arah spesialisasi dalam produksi barang-barang yang mempunyai keunggulan komparatif.
Kedua akibat ini termasuk “akibat ekonomis” dari perdagangan luar negeri. Ada akibat-akibat lain yang bersifat nonekonomis pada akhir bab ini. Tetapi materi utama pembahasan dalam bab ini adalah pengaruh-pengaruh ekonomis dari perdagangan. Kedua pengaruh ekonomis di atas hanyalah sebagai dari seluruh pengaruh ekonomis dari perdagangan
Di muka kita telah menyebutkan dua konsekuensi penting dari perdagangan, yaitu:
a) adanya manfaat dari perdagangan (gains from trade) seperti yang dicerminkan oleh pergeseran keluar dari garis CPF.
b) Adanya kecenderungan ke arah spesialisasi dalam produksi barang-barang yang mempunyai keunggulan komparatif.
Kedua akibat ini termasuk “akibat ekonomis” dari perdagangan luar negeri. Ada akibat-akibat lain yang bersifat nonekonomis pada akhir bab ini. Tetapi materi utama pembahasan dalam bab ini adalah pengaruh-pengaruh ekonomis dari perdagangan. Kedua pengaruh ekonomis di atas hanyalah sebagai dari seluruh pengaruh ekonomis dari perdagangan
Dalam
konteks perekonomian suatu negara, salah satu wacana yang menonjol adalah
mengenai pertumbuhan ekonomi. Meskipun ada juga wacana lain mengenai
pengangguran, inflasi atau kenaikan harga barang-barang secara bersamaan,
kemiskinan, pemerataan pendapatan dan lain sebagainya. Pertumbuhan ekonomi
menjadi penting dalam konteks perekonomian suatu negara karena dapat menjadi
salah satu ukuran dari pertumbuhan atau pencapaian perekonomian bangsa tersebut,
meskipun tidak bisa dinafikan ukuran-ukuran yang lain. Wijono (2005) menyatakan
bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan pembangunan.
Salah satu
hal yang dapat dijadikan motor penggerak bagi pertumbuhan adalah perdagangan
internasional. Salvatore menyatakan bahwa perdagangan dapat menjadi mesin bagi
pertumbuhan ( trade as engine of growth, Salvatore, 2004). Jika
aktifitas perdagangan internasional adalah ekspor dan impor, maka salah satu
dari komponen tersebut atau kedua-duanya dapat menjadi motor penggerak bagi
pertumbuhan. Tambunan (2005) menyatakan pada awal tahun 1980-an Indonesia
menetapkan kebijakan yang berupa export promotion. Dengan demikian,
kebijakan tersebut menjadikan ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan.
Ketika
perdagangan internasional menjadi pokok bahasan, tentunya perpindahan modal
antar negara menjadi bagian yang penting juga untuk dipelajari. Sejalan dengan
teori yang dikemukakan oleh Vernon, perpindahan modal khususnya untuk investasi
langsung, diawali dengan adanya perdagangan internasional (Appleyard, 2004).
Ketika terjadi perdagangan internasional yang berupa ekspor dan impor, akan
memunculkan kemungkinan untuk memindahkan tempat produksi. Peningkatan ukuran
pasar yang semakin besar yang ditandai dengan peningkatan impor suatu jenis
barang pada suatu negara, akan memunculkan kemungkinan untuk memproduksi barang
tersebut di negara importir. Kemungkinan itu didasarkan dengan melihat
perbandingan antara biaya produksi di negara eksportir ditambah dengan biaya
transportasi dengan biaya yang muncul jika barang tersebut diproduksi di negara
importir. Jika biaya produksi di negara eksportir ditambah biaya transportasi
lebih besar dari biaya produksi di negara importir, maka investor akan
memindahkan lokasi produksinya di negara importir (Appleyard, 2004).
1.2 Tujuan Penulisan Makalah
Makalah ini kami tujukan untuk memenuhi tugas Ekonomi dalam dan luar negeri, yang kebutulan kami membahas materi yang berjudul “Perdagangan Perekonomian dalam Negeri” dan luar negri
BAB II
PEMBAHASAN
A. PEREKONOMIAN DALAM NEGERI
Seperti disebutkan di atas, satu pengaruh penting pada konsumsi masyarakat adalah bergesernya garis Consumption Possibility Frontier (CPF) ke atas. Ini berarti bahwa karena perdagangan, masyarakat bisa berkonsumsi dalam jumlah yang lebih besar dari pada sebelum ada perdagangan. Ini sama saja dengan mengatakan bahwa pendapatan riil masyarakat (yaitu, pendapatan yang diukur dari berapa jumlah barang yang bisa dibeli oleh jumlah uang tersebut), meningkat dengan adanya perdagangan.
Mengenai makna pergeseran CPF ini, kita bisa melihatnya dari segi lain. Kita akan perkenalkan konsep yang sering disebut dengan nama transformasi. Transformasi adalah proses pengubahan sumber-sumber ekonomi atau barang-barang dalam negeri menjadi barang-barang lain yang bisa memenuhi kebutuhan (konsumsi) masyarakat. Konsep transmormasi ini mencakup:
a) Transformasi melalui produksi, yaitu memasukkan sumber-sumber ekonomi (input) ke dalam pabrik-pabrik dan proses produksi lain untuk menghasilkan barang
b) Transformasi melalui perdagangan, yaitu menukarkan suatu barang dengan barang lain yang (lebih) kita butuhkan. Dari segi arti ekonomisnya menukarkan suatu barang dengan barang lain melalui perdagangan adalah juga suatu “proses pengubahan”, tidak ada bedanya dengan proses pengubahan melalui pabrik-pabrik (proses produksi). Keduanya mencapai hasil yang sama, yaitu mengubah satu barang menjadi barang lain (yang dianggap lebih bernilai atau lebih dibutuhkan).
Dalam ekonomi tertutup hanya ada satu proses transformasi, yaitu “proses produksi”. Bila perdagangan dibuka, proses transformasi bagi masyarakat menjadi dua macam, yaitu “proses produksi” dan “proses perdagangan/ pertukaran”. Inilah sumber dari sumber kanaikan riil (CPF) masyarakat dari perdagangan luar negeri: yaitu adanya kemungkinan yang lebih luas (dan lebih menguntungkan) untuk mentransformasikan sumber-sumber ekonomi dalam negeri menjadi barang-barang yang dibutuhkan masyarakat. Jadi menutup kemungkinan bahwa transformasi melalui perdagangan adalah sama saja dengan menutup kemungkinan diperolehnya kenaikan pendapatan riil. Beberapa besar kanaikan pendapatan riil dari adanya perdagangan seperti yang diuraikan dalam Bab III, tergantung pada sampai berapa jauh dasar penukarannya “membaik” setelah ada perdagangan.
Ada satu lagi pengaruh yang penting dari perdagangan terhadap pola konsumsi masyarakat. Pengaruh ini dikenal dengan nama demonstration effects. Pengaruh terhadap konsumsi yang diuraikan di atas sebenarnya berkaitan dengan peningkatan kemampuan berkonsumsi, yaitu pendapatan riil masyarakat. Demonstration effects atau “pengaruh percontohan” adalah pengaruh yang bersifat langsung dari perdagangan terhadap pola dan kecenderungan berkonsumsi masyarakat. Pengaruh ini bisa bersifat positif atau bersifat negatife. Demonstration effects yang bersifat positif adalah perubahan pola dan kecenderungan berkonsumsi yang mendorong kemauan untuk berproduksi lebih besar. Jadi misalnya J.S Mill berkata bahwa “terutama di Negara-negara yang masih pada tahap perkembangan ekonomi yang rendah …ada kemungkinan penduduknya ada dalam keadaan tertidur dan puas diri, dengan perasaan bahwa selera dan keinginan mereka sudah semuanya terpenuhi…… Dibukanya perdagangan luar negeri kadang-kadang bisa mempunyai pngaruh yang serupa dengan ‘revolosi indusrtri’, dengan diperkenalkan barang-barang baru kepada penduduk atau karena terbukanya kemungkinan bagi mereka untuk memperoleh barang-barang baru kepada penduduk atau karena terbukanya kemungkinan bagi mereka untuk memperoleh barang-barang yang sebelumnya tak terbayangkan bisa terjangkau oleh mereka… ”.
Demonstration effects yang bersifat negatif adalah apabila dibukanya hubungan dengan luar negeri menimbulkan pola dan kebiasaan konsumsi asing yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan perekonomian tersebut. Misalnya, mayarakat (dimulai dari golongan yang berpenghasilan tinggi) cenderung untuk meniru gaya dan kebiasaan hidup dari Negara-negara maju lewat “contoh-contoh” yang ditunjukkan lewat media dan film, televisi, majalah-majalah dan sebagainya. Akibatnya ada kecenderungan bagi masyarakat tersebut untuk berkonsumsi yang “berlebihan” (dilihat dari tahap perkembangan ekonomi dan kemampuan produksi masyarakat). Dengan lain perkataan, propensity to consume menjadi terlalu tinggi. Ini mengakibatkan sumber ekonomi yang tersedia untuk investasi rendah, dan ini berarti bertumbuhan ekonomi yang rendah.
Menentukan apakah pengaruh positif lebih besar dari pengaruh negative dan sebaliknya, adalah persoalan yang sulit. Kita harus melihat kasus demi kasus. Banyak bentuk pengaruh yang tidak bisa diukur dengan cepat, sehingga unsur subyektivitas (atau kecenderungan idiologis) sering tidak bisa dihindari. Beberapa Negara (seperti RRC dan beberapa Negara sosialis lain) berpendapat bahwa pengaruh negatifnya lebih besar. Menurut mereka dibukanya hubungan luar negeri merangsang kebiasaan hidup yang individualistis, pola konsumsi yang mewah dan menggoyahkan keyakinan idiologis masyarakat terhadap sistem negaranya. Negara-negara barat yang telah maju dan sejumlah Negara-negara berkembang beranggapan sebaliknya, yaitu pengaruh negatifnya tidak melebihi pengaruh positifnya. Sampai sekarang belum diketahui secara pasti apakah tingkat investasi (dan tingkat pertumbuhan) menjadi lebih rendah atau menjadi lebih tinggi dengan adanya perdagangan luar negeri. RRC dan beberapa Negara sosialis lain dengan perokonomian yang relative tertutup, bisa mencapai laju pertumbuhan yang sangat tinggi. Sebaliknya Jepang, Singapura, Hongkong, Taiwan, yang mempunyai perekonomian terbuka juga bisa mencapai laju pertumbuhan yang sangat mengesankan.
Demikian pula, apakah dibukanya hubungan perdagangan luar negeri menimbulkan pola dan gaya konsumsi masyarakat yang “keliru”, adalah masalah yang sulit dijawab secara tegas. Orang bisa mengatakan bahwa dalam masyarakat yang tertutup pun (seperti masyarakat-masyarakat fiodal dan masa lampau) bisa terjadi pola konsumsi yang berlebihan dan pemborosan-pemborosan sosial oleh golongan-golongan masyarakat tertentu. Dan sebaliknya, masyarakat yang terbuka mungkin bersifat hemat dan tidak menunjukkan sifat konsumsi yang berlebihan. Nampaknya ada faktor lain yang lebih menentukan apakah suatu masyarakat adalah masyarakat yang hemat dan berpola konsumsi wajar atau masyarakat yang boros dan berpola konsumsi mewah. Faktor ini adalah pola distribusi kekayaan dan pendapatan yang ada di dalam masyarakat. Pola distribusi yang timpang menimbulkan pola konsumsi yang timpang dan boros, dan ini berlaku baik bagi ekonomi tertutup maupun ekonomi terbuka. Adanya perdagangan luar negeri mungkin membuat ketimpangan pola konsisumsi tersebut ebih menyolok, karena mereka yang melakukan konsumsi yang berlebihan cenderung untuk memilih barang-barang “luar negeri” dan gaya hidup “luar negeri”. Namun dalam hal ini masalah pokoknya sebenarnya bukan karena masyarakat tersebut membuka hubungan dengan luar negeri, tetapi karena sejak awal distribusi kekayaan dan pendapatan di dalam negeri memang timpang. Jelas menutup diri dari peraturan ekonomi dunia bukanlah obatnya.
Singkatnya “demonstration effects” memang ada, apakah efek negatifenya atau efek positifnya yang lebih menonjol sulit ditentukan scara umum. Ini tergantung situasinya dan kasus demi kasus. Namun kita juga harus berhati-hati dalam menentukan apakah pola konsumsi yang “keliru” memang karena demonstration effects atau sebab-sebab lain.
B. Perekonomian Luar negriSeperti disebutkan di atas, satu pengaruh penting pada konsumsi masyarakat adalah bergesernya garis Consumption Possibility Frontier (CPF) ke atas. Ini berarti bahwa karena perdagangan, masyarakat bisa berkonsumsi dalam jumlah yang lebih besar dari pada sebelum ada perdagangan. Ini sama saja dengan mengatakan bahwa pendapatan riil masyarakat (yaitu, pendapatan yang diukur dari berapa jumlah barang yang bisa dibeli oleh jumlah uang tersebut), meningkat dengan adanya perdagangan.
Mengenai makna pergeseran CPF ini, kita bisa melihatnya dari segi lain. Kita akan perkenalkan konsep yang sering disebut dengan nama transformasi. Transformasi adalah proses pengubahan sumber-sumber ekonomi atau barang-barang dalam negeri menjadi barang-barang lain yang bisa memenuhi kebutuhan (konsumsi) masyarakat. Konsep transmormasi ini mencakup:
a) Transformasi melalui produksi, yaitu memasukkan sumber-sumber ekonomi (input) ke dalam pabrik-pabrik dan proses produksi lain untuk menghasilkan barang
b) Transformasi melalui perdagangan, yaitu menukarkan suatu barang dengan barang lain yang (lebih) kita butuhkan. Dari segi arti ekonomisnya menukarkan suatu barang dengan barang lain melalui perdagangan adalah juga suatu “proses pengubahan”, tidak ada bedanya dengan proses pengubahan melalui pabrik-pabrik (proses produksi). Keduanya mencapai hasil yang sama, yaitu mengubah satu barang menjadi barang lain (yang dianggap lebih bernilai atau lebih dibutuhkan).
Dalam ekonomi tertutup hanya ada satu proses transformasi, yaitu “proses produksi”. Bila perdagangan dibuka, proses transformasi bagi masyarakat menjadi dua macam, yaitu “proses produksi” dan “proses perdagangan/ pertukaran”. Inilah sumber dari sumber kanaikan riil (CPF) masyarakat dari perdagangan luar negeri: yaitu adanya kemungkinan yang lebih luas (dan lebih menguntungkan) untuk mentransformasikan sumber-sumber ekonomi dalam negeri menjadi barang-barang yang dibutuhkan masyarakat. Jadi menutup kemungkinan bahwa transformasi melalui perdagangan adalah sama saja dengan menutup kemungkinan diperolehnya kenaikan pendapatan riil. Beberapa besar kanaikan pendapatan riil dari adanya perdagangan seperti yang diuraikan dalam Bab III, tergantung pada sampai berapa jauh dasar penukarannya “membaik” setelah ada perdagangan.
Ada satu lagi pengaruh yang penting dari perdagangan terhadap pola konsumsi masyarakat. Pengaruh ini dikenal dengan nama demonstration effects. Pengaruh terhadap konsumsi yang diuraikan di atas sebenarnya berkaitan dengan peningkatan kemampuan berkonsumsi, yaitu pendapatan riil masyarakat. Demonstration effects atau “pengaruh percontohan” adalah pengaruh yang bersifat langsung dari perdagangan terhadap pola dan kecenderungan berkonsumsi masyarakat. Pengaruh ini bisa bersifat positif atau bersifat negatife. Demonstration effects yang bersifat positif adalah perubahan pola dan kecenderungan berkonsumsi yang mendorong kemauan untuk berproduksi lebih besar. Jadi misalnya J.S Mill berkata bahwa “terutama di Negara-negara yang masih pada tahap perkembangan ekonomi yang rendah …ada kemungkinan penduduknya ada dalam keadaan tertidur dan puas diri, dengan perasaan bahwa selera dan keinginan mereka sudah semuanya terpenuhi…… Dibukanya perdagangan luar negeri kadang-kadang bisa mempunyai pngaruh yang serupa dengan ‘revolosi indusrtri’, dengan diperkenalkan barang-barang baru kepada penduduk atau karena terbukanya kemungkinan bagi mereka untuk memperoleh barang-barang baru kepada penduduk atau karena terbukanya kemungkinan bagi mereka untuk memperoleh barang-barang yang sebelumnya tak terbayangkan bisa terjangkau oleh mereka… ”.
Demonstration effects yang bersifat negatif adalah apabila dibukanya hubungan dengan luar negeri menimbulkan pola dan kebiasaan konsumsi asing yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan perekonomian tersebut. Misalnya, mayarakat (dimulai dari golongan yang berpenghasilan tinggi) cenderung untuk meniru gaya dan kebiasaan hidup dari Negara-negara maju lewat “contoh-contoh” yang ditunjukkan lewat media dan film, televisi, majalah-majalah dan sebagainya. Akibatnya ada kecenderungan bagi masyarakat tersebut untuk berkonsumsi yang “berlebihan” (dilihat dari tahap perkembangan ekonomi dan kemampuan produksi masyarakat). Dengan lain perkataan, propensity to consume menjadi terlalu tinggi. Ini mengakibatkan sumber ekonomi yang tersedia untuk investasi rendah, dan ini berarti bertumbuhan ekonomi yang rendah.
Menentukan apakah pengaruh positif lebih besar dari pengaruh negative dan sebaliknya, adalah persoalan yang sulit. Kita harus melihat kasus demi kasus. Banyak bentuk pengaruh yang tidak bisa diukur dengan cepat, sehingga unsur subyektivitas (atau kecenderungan idiologis) sering tidak bisa dihindari. Beberapa Negara (seperti RRC dan beberapa Negara sosialis lain) berpendapat bahwa pengaruh negatifnya lebih besar. Menurut mereka dibukanya hubungan luar negeri merangsang kebiasaan hidup yang individualistis, pola konsumsi yang mewah dan menggoyahkan keyakinan idiologis masyarakat terhadap sistem negaranya. Negara-negara barat yang telah maju dan sejumlah Negara-negara berkembang beranggapan sebaliknya, yaitu pengaruh negatifnya tidak melebihi pengaruh positifnya. Sampai sekarang belum diketahui secara pasti apakah tingkat investasi (dan tingkat pertumbuhan) menjadi lebih rendah atau menjadi lebih tinggi dengan adanya perdagangan luar negeri. RRC dan beberapa Negara sosialis lain dengan perokonomian yang relative tertutup, bisa mencapai laju pertumbuhan yang sangat tinggi. Sebaliknya Jepang, Singapura, Hongkong, Taiwan, yang mempunyai perekonomian terbuka juga bisa mencapai laju pertumbuhan yang sangat mengesankan.
Demikian pula, apakah dibukanya hubungan perdagangan luar negeri menimbulkan pola dan gaya konsumsi masyarakat yang “keliru”, adalah masalah yang sulit dijawab secara tegas. Orang bisa mengatakan bahwa dalam masyarakat yang tertutup pun (seperti masyarakat-masyarakat fiodal dan masa lampau) bisa terjadi pola konsumsi yang berlebihan dan pemborosan-pemborosan sosial oleh golongan-golongan masyarakat tertentu. Dan sebaliknya, masyarakat yang terbuka mungkin bersifat hemat dan tidak menunjukkan sifat konsumsi yang berlebihan. Nampaknya ada faktor lain yang lebih menentukan apakah suatu masyarakat adalah masyarakat yang hemat dan berpola konsumsi wajar atau masyarakat yang boros dan berpola konsumsi mewah. Faktor ini adalah pola distribusi kekayaan dan pendapatan yang ada di dalam masyarakat. Pola distribusi yang timpang menimbulkan pola konsumsi yang timpang dan boros, dan ini berlaku baik bagi ekonomi tertutup maupun ekonomi terbuka. Adanya perdagangan luar negeri mungkin membuat ketimpangan pola konsisumsi tersebut ebih menyolok, karena mereka yang melakukan konsumsi yang berlebihan cenderung untuk memilih barang-barang “luar negeri” dan gaya hidup “luar negeri”. Namun dalam hal ini masalah pokoknya sebenarnya bukan karena masyarakat tersebut membuka hubungan dengan luar negeri, tetapi karena sejak awal distribusi kekayaan dan pendapatan di dalam negeri memang timpang. Jelas menutup diri dari peraturan ekonomi dunia bukanlah obatnya.
Singkatnya “demonstration effects” memang ada, apakah efek negatifenya atau efek positifnya yang lebih menonjol sulit ditentukan scara umum. Ini tergantung situasinya dan kasus demi kasus. Namun kita juga harus berhati-hati dalam menentukan apakah pola konsumsi yang “keliru” memang karena demonstration effects atau sebab-sebab lain.
Perdagangan Luar
negri atau Perdagangan internasional
adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk
negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa
antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah
suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara,
perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah
terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra,
Amber Road), dampaknya
terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad
belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi,
globalisasi,
dan kehadiran perusahaan multinasional.
Teori Perdagangan Internasional
Menurut Amir M.S., bila
dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan
di dalam negeri, perdagangan internasional
sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena
adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan,
misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor.
Selain itu, kesulitan
lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang,
taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.
Ada beberapa model
perdagangan internasional diantaranya:
Model Ricardian
Model Ricardian
memfokuskan pada kelebihan komparatif dan
mungkin merupakan konsep paling penting dalam teori pedagangan internasional.
Dalam Sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang
mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya, rangka kerja model
ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis secara penuh
dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Juga, model Ricardian tidak
secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari buruh
dan modal dalam negara.
Model Heckscher-Ohlin
Model Heckscgher-Ohlin
dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan dasar kelebihan komparatif.
Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih rumit model ini tidak
membuktikan prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun, dari sebuah titik
pandangan teoritis model tersebut tidak memberikan solusi yang elegan dengan
memakai mekanisme harga neoklasikal kedalam teori perdagangan internasional.
Teori ini berpendapat bahwa
pola dari perdagangan internasional ditentukan oleh perbedaan dalam faktor pendukung. Model ini
memperkirakan kalau negara-negara akan mengekspor barang yang membuat penggunaan
intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang yang akan
menggunakan faktor lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris dengan
model H-o, dikenal sebagai Pradoks Leotief, yang
dibuka dalam uji empiris oleh Wassily
Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung untuk
mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki kecukupan modal.
Faktor Spesifik
Dalam model ini, mobilitas
buruh antara industri satu dan yang lain sangatlah mungkin ketika modal tidak
bergerak antar industri pada satu masa pendek. Faktor spesifik merujuk ke
pemberian yaitu dalam faktor spesifik jangka pendek dari produksi, seperti
modal fisik, tidak secara mudah dipindahkan antar industri. Teori mensugestikan
jika ada peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik dari faktor produksi
spesifik ke barang tersebut akan untuk pada term sebenarnya. Sebagai
tambahan, pemilik dari faktor produksi spesifik berlawanan (seperti buruh dan
modal) cenderung memiliki agenda bertolak belakang ketika melobi untuk
pengednalian atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik keuntungan
bagi pemodal dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan dalam
pemenuhan modal. Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok untuk
memahami distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola pedagangan.
Jangan dipercaya,bohong tu.
Model Gravitasi
Model
gravitasi perdagangan menyajikan sebuah analisa yang lebih empiris
dari pola perdagangan dibanding model yang lebih teoritis diatas. Model
gravitasi, pada bentuk dasarnya, menerka perdagangan berdasarkan jarak antar
negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya. Model ini meniru hukum
gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik di
antara dua benda. Model ini telah terbukti menjadi kuat secara empiris oleh
analisa ekonometri.
Faktor lain seperti tingkat pendapatan, hubungan diplomatik, dan kebijakan
perdagangan juga dimasukkan dalam versi lebih besar dari model ini.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengaruh hubungan luar negeri terhadap perekonomian dalam negeri bisa dikelompokkan sebagai pengaruh terhadap konsumsi, pengaruh terhdap produksi, dan pengaruh terhdap distribusi pendapata.
Pengaruh utama dalam konsumsi ada dua, yaitu: kenaikan CPF (atau pendapatan riil), efek percontohan (demonstration effects).
Demostration effecrs bisa bersifat positif (merangsang minat berproduksi) atau bersifat negative (mrangsang konsumsi berlebihan). Apakah pengaruh positif atau negative yang menonjol harus dilihat kasus demi kasus.
Pengaruh terhadap produksi bisa digolongkan menjadi pengaruh: Spesialisasi, Vent for surplus, peningkatan produktivitas. Spesialisasi mempunyai aspek positif dan negative-nya. Aspek negatifnya bisa di atasi dengan divesrsifikasi produksi.
Perdagangan luar negeri menciptakan pasaran yang lebih luas “vent” bagi hasil produksi dalam negeri, sehingga sumber-sumber ekonomi yang belum semua dimanfaatkan “surplus” bisa dimanfaatkan. Modal dan teknologi asing biasanya diperlukan untuk pemanfaatan sumber-sumber ekonomi ini. Di masa lampau modal dan teknologi asing masuk ke sector perkebunan, sekarang ke sector-sektor sumber-sumber alam (energi mineral,).
Saran
Perdagangan internasional membawa pengaruh yang cukup besar dalam perekonomian Indonesia. Pengaruh tersebut ada yang bersifat positif, ada pula yang negative. Banyaknya barang-barang impor yang masuk ke dalam negeri menyebabkan semakin banyak barang yang ada di pasar baik dari jumlah, jenis, dan bentuknya. Akibatnya akan mendorong seseorang untuk lebih konsumtif, karena semakin banyak barang-barang pilihan yang dapat dikonsumsi. Harapan saya semoga pembaca tidak menjadi konsumtif yang berlebihan. Sehingga Negara tidak terus mengimpor barang dari luar negeri karena Kegiatan mengimpor ini dapat mengakibatkan ketergantungan dengan negara pengimpor.
DAFTAR PUSTAKA
Budiono. (1981). Ekonomi Internasional. Yogyakarta: Liberty
Boediono, Ekonomi Internasional, Yogyakarta:
BPFE, 2012
Krugman, R. Paul dan Maurice
Obstfeld, Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1994
Nopirin, Ekonomi Internasional,
Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2010
Erick Latumeten,“Pengaruh Aspek Internasional
Terhadap Keseimbangan Suplay dan Demand”,http://ericklatumeten.wordpress.com/2010/11/05/pengaruh-aspek-internasional-terhadap-keseimbangan-suplay-dan-demand/ (online), diakses pada tanggal 22
September 2014 pukul 15.30 WIB.
http://ekonomixips1.blogspot.com/2008/pengaruh
ekonomi internasional.html.diakses
senin 22 september 2014
NN, Pengaruh ekonomi
Internasional Terhadap Keseimbangan Ekonomi, (http://ekonomixiips1.blogspot.com), diakses pada Rabu, 24 September
2014
NN, Perdagangan Internasional (http://elearning.gunadarma.ac.id), diakses pada Rabu, 24 September
2014
No comments:
Post a Comment